Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SUASANA sarapan pagi Menteri Keuangan Sri Mulyani bersama tujuh pejabat eselon satu Kementerian Keuangan di Balai Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, Jalan Purnawarman, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu pagi pekan lalu, mendadak kikuk. Teh dan kopi baru diseruput. Roti, nasi goreng, dan bubur belum sempat dinikmati. Tiba-tiba Sri Mulyani menyampaikan maklumat penting: menerima tawaran menjadi direktur pelaksana di Bank Dunia. Konsekuensinya, ia akan mengundurkan diri sebagai Menteri Keuangan.
Direktur jenderal, inspektur jenderal, dan kepala badan yang hadir terkejut. Mereka tak menyangka Sri Mulyani akan mundur dari Lapangan Banteng, kantor Kementerian Keuangan. Sekretaris Jenderal Mulia Nasution yang mengatur acara pukul 7 pagi tersebut tak berselera lagi melanjutkan sarapan. Setali tiga uang dengan Inspektur Jenderal Hekinus Manao. ”Kami kaget bercampur haru,” kata Hekinus di Jakarta pekan lalu.
Kepastian bekas Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional itu pindah ke Bank Dunia semakin terang-benderang setelah ada rilis Presiden Bank Dunia Robert B. Zoellick, dua jam setelah Sri Mulyani ”membocorkan” informasi kepada stafnya. Zoellick menyebutkan Bank Dunia telah menunjuk Sri Mulyani sebagai direktur pelaksana kawasan Amerika Latin, Karibia, Asia Timur dan Pasifik, Timur Tengah, serta Afrika Utara. Mulai 1 Juni nanti, Sri Mulyani akan menggantikan Juan Jose Daboub. Sri Mulyani, kata dia, bisa berperan penting membawa perubahan di Bank Dunia yang sedang melakukan reformasi dan menghadapi tantangan di masa depan.
FORUM Kerja Sama Ekonomi Negara-negara Asia-Pasifik (APEC) di Singapura, 15 November tahun lalu. Zoellick mendekati Jusuf Wanandi, salah satu pendiri Centre for Strategic and International Studies, saat hendak makan siang. Mereka memang sobat kental. Zoellick heran lantaran sebagian orang di Indonesia memperlakukan Sri Mulyani begitu buruk. ”Apa Bank Dunia perlu mengambil Sri Mulyani,” kata Sofjan Wanandi, menirukan ucapan Zoellick kepada Jusuf, kakaknya.
Saat forum APEC itu digelar, suasana politik di Jakarta sedang memanas. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Golkar, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), dan Partai Persatuan Pembangunan sedang memproses hak angket Century.
Para inisiator hak angket Century telah meminta Badan Pemeriksa Keuangan melakukan audit investigatif atas penyelamatan Century. Kesimpulan sementara BPK akhirnya keluar. Salah satunya, proses keputusan Komite Stabilitas Sistem Keuangan—diketuai oleh Sri Mulyani—menyelamatkan Century dinilai melanggar aturan. Unjuk rasa menghujat penyelamatan bank kelas teri itu pun mulai marak.
Jusuf menganggap Zoellick hanya bercanda. ”Itu cerita Jusuf ke saya,” ujar Sofjan. Sayangnya, kepada Tempo, Jusuf enggan mengomentari cerita ini. ”Itu sangat pribadi. Tak boleh diutarakan.”
Lima bulan kemudian, gurauan Zoellick ternyata menjadi kenyataan. Bank Dunia ”membajak” Sri Mulyani ke Negeri Abang Sam. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono merestui kepindahan Sri Mulyani ke Bank Dunia. Ini berarti menyetujui pengunduran diri Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan. Yudhoyono menjelaskan pada 30 April lalu telah menerima surat dari Zoellick tertanggal 25 April yang terang-terangan berniat menunjuk Sri Mulyani sebagai Direktur Pelaksana Bank Dunia. ”Saya menyetujui, posisinya sangat strategis bagi negara-negara berkembang, termasuk Indonesia,” katanya dalam konperensi pers Rabu pekan lalu.
Sumber Tempo di kabinet membisikkan, sebenarnya Presiden kaget karena sesuai dengan kesepakatan, Bank Dunia akan mengumumkan dua minggu setelah surat diterima. Berarti baru pekan ini (10 Mei) status Sri Mulyani diumumkan. ”Nyatanya lembaga donor ini malah mengumumkan pada 4 Mei malam atau 5 Mei pagi waktu Jakarta,” ungkapnya. Dimintai konfirmasi masalah ini, juru bicara kepresidenan, Julian Aldrin Pasha, mengatakan tidak mengetahui isi surat Bank Dunia. Tapi, kata dia, ”Mungkin mereka punya mekanisme tersendiri.” Juru bicara Bank Dunia di Jakarta, Randy Salim, juga mengatakan tak tahu soal batas waktu dua minggu tersebut. ”Saya baru dengar.”
Menurut Randy, Februari lalu, Bank Dunia membentuk panel khusus beranggotakan sembilan pejabat senior. Panel ini bekerja sama dengan lembaga internasional yang khusus mencari para eksekutif. Mereka mensurvei dan mengumpulkan kandidat dari seluruh kawasan untuk menjadi pemimpin Bank Dunia. ”Sri Mulyani masuk urutan teratas,” ujarnya.
Lantas Zoellick menawarkan posisi direktur pelaksana kepada Sri Mulyani saat keduanya bertemu di forum spring meeting tahunan Bank Dunia di Washington, pada 24 April lalu. Gayung bersambut. Mantan Direktur Eksekutif Dana Moneter Internasional (IMF) itu bersedia. Tapi dia meminta Zoellick berbicara langsung kepada Yudhoyono. Pria Jerman ini pun menyurati Yudhoyono pada 25 April. ”Lalu mereka bertelepon-teleponan, di situ Zoellick meminta izin Yudhoyono menarik Sri Mulyani.”
Sri Mulyani enggan berkomentar soal mundurnya dari kabinet. Dia juga tak bersedia membeberkan soal kapan sesungguhnya Bank Dunia meminangnya pertama kali. ”Silakan kutip dari narasumber Tempo saja,” ujarnya di Jakarta pekan lalu. Tapi Ani—begitu ia kerap disapa—mengakui telah bertemu dengan Zoellick di Washington. ”Itu betul.”
Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Taufiq Kiemas senang dengan keberhasilan Sri Mulyani. Mantan Menteri Koordinator Perekonomian ini, kata dia, akan membuat Indonesia semakin terkenal lantaran Bank Dunia lembaga prestisius. ”Saya ikut bangga.”
Sejatinya, rencana mundur sebagai Menteri Keuangan merupakan yang kedua kalinya dilakukan Sri Mulyani. Dua tahun lalu, saat di Kabinet Indonesia Bersatu I, doktor ekonomi dari University of Illinois, Amerika Serikat, ini pernah mengancam mundur. Gara-garanya, Sri berbeda pendapat dengan anggota kabinet lainnya atas status perdagangan saham Bumi Resources milik Grup Bakrie.
Sri Mulyani kecewa ada intervensi pemerintah kepada Bursa Efek Indonesia yang sedianya akan memperdagangkan kembali saham Bumi. Kolega Sri di kabinet meminta otoritas bursa tetap menghentikan perdagangan saham perusahaan pertambangan itu. Alasannya, Grup Bakrie yang sedang terikat perjanjian dengan kreditor akan merugi besar jika saham kembali diperdagangkan. Namun Presiden Yudhoyono menolak keinginan Sri Mulyani. Mundur pun batal.
Kebijakan Menteri Keuangan terbaik Asia versi majalah Euromoney dan Emerging Market ini sering bertolak belakang dengan keinginan Partai Golkar. Misalnya, penolakan Sri membantu masalah saham Bumi Resources; masalah dana talangan semburan lumpur di ladang gas milik PT Lapindo Inc., perusahaan milik keluarga Aburizal Bakrie; dan kasus pajak perusahaan Grup Bakrie. Sri Mulyani pernah membeberkan perseteruannya dengan Aburizal di Asian Wall Street Journal akhir tahun lalu.
Hubungan dengan PDIP juga panas-dingin. Menurut pejabat ini, Partai Banteng Moncong Putih kurang sreg lantaran Sri Mulyani menyudutkan mantan Direktur Jenderal Pajak Hadi Purnomo, yang kini Ketua Badan Pemeriksa Keuangan. Tak terkecuali dengan Partai Keadilan Sejahtera. Sri Mulyani juga pernah bergesekan lantaran menolak keinginan partai ini agar Bea dan Cukai membangun tempat penyimpanan sementara barang impor di Marunda, Jakarta Utara. Menurut politikus Golkar, Harry Azhar Azis, ”Komunikasi politik Sri Mulyani kurang baik.”
Perseteruan Sri Mulyani dengan anggota Dewan semakin terbuka saat proses hak angket Century. Para inisiator hak angket Century pernah meminta Presiden Yudhoyono menonaktifkan Sri Mulyani, juga Wakil Presiden Boediono, pada November tahun lalu. Tapi Presiden yang ketika itu sedang menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi Perubahan Iklim di Kopenhagen, Denmark, mengabaikan desakan ini.
Ambisi sejumlah anggota Dewan menggedor Sri Mulyani semakin tinggi ketika Sidang Paripurna DPR awal Maret lalu memutuskan penyelamatan Century melanggar aturan dan diduga terindikasi korupsi. Sri Mulyani dan juga mantan Gubernur Bank Indonesia Boediono dianggap bersalah. Lagi-lagi mereka meminta Presiden Yudhoyono memberhentikan sementara Menteri Keuangan. Presiden bergeming dan tetap menolak rekomendasi tersebut.
Serangan terhadap Sri Mulyani semakin menjadi-jadi. Politikus PDIP, Partai Hanura, dan beberapa anggota Partai Golkar memboikot Sri Mulyani saat pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2010. Pembahasan bujet negara memang sudah disetujui, tapi sempat tersendat-sendat lantaran aksi walkout sejumlah anggota Dewan.
Cobaan datang lagi. Bekas Kepala Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia Komisaris Jenderal Susno Duadji membongkar mafia pajak Gayus Tambunan dan Bahasyim Syafii, dua pegawai yang berasal dari kantor Kementerian Keuangan, yang melibatkan aparat pajak serta pejabat tinggi kepolisian dan kejaksaan. Kasus mafia pajak Gayus dan Bahasyim memukul Sri Mulyani, yang dinilai gagal membersihkan kantor pajak. ”Peristiwa ini secara tak langsung mencoreng Bu Menteri,” kata seorang anggota staf khusus Presiden.
Sri semakin terpojok oleh kasus penggelapan pajak Paulus Tumewu. Anggota Dewan menuding Sri bermain dalam kasus pajak pribadi Komisaris PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk. ini. Menteri Keuangan memang mengusulkan kepada Kejaksaan Agung agar kasus Paulus tak dibawa ke pengadilan dengan alasan sudah membayar ganti rugi empat kali lipat sesuai dengan ketentuan.
Kepada Tempo, Sri Mulyani mengatakan menghargai langkah politik para anggota Dewan. Tapi dia juga tetap menyesalkan perilaku anggota parlemen yang sudah menyentuh urusan personal. ”Saya prihatin,” ujarnya (lihat ”Saya Percaya Garis Tangan”).
Di tengah tekanan hebat politikus dan sebagian mitra koalisi pemerintahan Yudhoyono, Sri Mulyani akhirnya memilih mundur sebagai Menteri Keuangan. Presiden pun rela melepasnya ke Bank Dunia hanya dalam tempo enam hari setelah membaca surat resmi Zoellick.
Menurut sumber Tempo, tanda-tanda Presiden akan melepas Sri Mulyani sudah terlihat saat pemerintah menggelar rapat kerja di Tampaksiring, Bali, pertengahan April lalu. Presiden tampaknya tak bisa lagi menahan gempuran politikus dan mitra koalisi kepada Sri Mulyani. ”Tak ada jaminan setelah kasus Century, Gayus, dan Paulus selesai, tak ada lagi serangan ke Sri Mulyani,” ujarnya. Walhasil, Sri Mulyani pun dilepas.
Upaya mencari jalan keluar buat Sri Mulyani juga dilakukan Yudhoyono dengan Ketua Partai Golkar Aburizal ”Ical” Bakrie. Keduanya bertemu sedikitnya dua kali pascalamaran Bank Dunia, di antaranya di rumah pribadi Yudhoyono di Puri Cikeas Indah, Bogor. ”Hubungan di koalisi akan lebih baik,” bisik sumber Tempo mengutip Aburizal. Benar, akhirnya Yudhoyono, sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, seusai rapat di Cikeas, Kamis malam pekan lalu, mengangkat Ical sebagai Ketua Harian Sekretaris Bersama Koalisi partai propemerintah.
Sekretaris Jenderal Gerindra Ahmad Muzani menilai mundurnya Sri Mulyani bagian dari kompromi politik untuk menyelamatkan semua muka. ”Ini bagian dari kemenangan Golkar,” katanya dalam diskusi di Gedung DPR, Kamis pekan lalu. Muzani semakin curiga lantaran Golkar juga mulai loyo terhadap kasus Century. ”Ada apa ini?”
Aburizal yang ditemui Tempo di sela-sela rapat kerja daerah Partai Golkar di Semarang, pekan lalu, mengatakan mundurnya Sri Mulyani tidak ada hubungannya dengan Partai Golkar. Aburizal mengaku bertemu dengan Yudhoyono hanya untuk mengurusi koalisi. ”Saya menjelaskan kebijakan, bukan menyangkut orang per orang,” katanya. Dia memastikan tidak ada ”main mata” dengan Yudhoyono soal Sri Mulyani. ”Saya tidak pernah berani melakukan deal dengan SBY karena ada 60 persen lebih rakyat yang memilihnya,” katanya.
Pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada, Dodi Ambardi, mengatakan, dalam konteks koalisi, Yudhoyono memang sulit mempertahankan lagi Sri Mulyani. Dalam realitasnya, wanita yang masuk daftar 100 wanita berpengaruh di dunia versi majalah Forbes itu dianggap sebagai batu sandungan bagi keutuhan koalisi. ”Tekanan dari Golkar kepada Yudhoyono dan Boediono akan berkurang pasca-mundurnya Sri Mulyani,” ujarnya.
Padjar Iswara, Yandhrie Arvian, Agoeng Wijaya, Fery Firmansyah, Tito Sianipar, Rofiuddin (Semarang)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo