Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jatuhnya Soeharto pada Mei 1998 membuat Golongan Karya oleng. Mesin politik-bukan-partai yang menyokongnya selama 32 tahun membangun rezim Orde Baru itu diterpa banyak soal: tuntutan pembubaran, penyidikan kasus-kasus korupsi, perolehan suara anjlok, dan pemisahan diri para penggeraknya. Golkar pada masa reformasi itu terbelah antara terus mendukung Soeharto dan bersikap pragmatis: meninggalkannya.
Kelompok kedua inilah yang kemudian memimpin partai. Pengikut setia Soeharto pun ramai-ramai meninggalkan Golkar. Jenderal Hartono bersama Siti Hardijanti Rukmana, putri Soeharto, membentuk Partai Karya Peduli Bangsa—nama yang direstui dan ”atas petunjuk” jenderal besar itu. Nama Soeharto yang diusung partai ini rupanya masih bertaji. Dalam Pemilihan Umum 2004, Partai Karya Peduli Bangsa menjala 2,4 juta suara atau 2,11 persen.
Tokoh Golkar lain yang jalan sendiri adalah Jenderal Edi Sudradjat, yang bersama Try Sutrisno, Hayono Isman, Siswono Yudohusodo, dan Sarwono Kusumaatmadja membentuk Gerakan Keadilan dan Persatuan Bangsa. Kelompok ini pecah lagi. Tiga tokoh pertama membentuk Partai Keadilan dan Persatuan. Partai itu hanya mampu meraih dua kursi dalam Pemilu 2004. Setelah Edi Sudradjat meninggal pada 2006, Meutia Hatta—anak proklamator Mohammad Hatta yang ikut mendirikan partai ini—naik menjadi ketua umum, hingga sekarang.
Tak hanya tokoh tua yang meninggalkan Beringin. Organisasi pemuda yang menjadi sayap Golkar juga berguguran. Salah satunya Pemuda Pancasila. Golkar yang sibuk menata diri menjadi partai melupakan kelompok anak muda berseragam loreng hitam-oranye ini. Ketuanya, Japto Soerjosoemarno, kemudian memisahkan diri dan membentuk Partai Patriot Pancasila.
Gelombang kedua terjadi setelah Susilo Bambang Yudhoyono menjadi presiden menggantikan Megawati. Bekas Menteri Koordinator Politik dan Keamanan ini sebelumnya mundur dari kabinet. Selain maju menjadi calon presiden, Yudhoyono mensponsori pendirian Partai Demokrat. Deklaratornya datang dari kalangan akademisi, pengusaha, dan pensiunan tentara. Veni, vidi, vici: Yudhoyono menjadi presiden.
Tapi rekah terjadi setelah itu. Sejumlah pendukung Partai Demokrat kecewa dan keluar. Mereka mendirikan partai baru dengan asas yang tak berbeda. Vence Rumangkang, yang diparkir di dewan penasihat partai, membentuk Partai Barisan Nasional, didukung sejumlah pensiunan tentara dan polisi. Muhammad Yasin, yang gagal menjadi Menteri Dalam Negeri, mendirikan Partai Karya Perjuangan. Teman seangkatan Yudhoyono di Akademi ABRI tahun 1973 ini memproklamasikan diri menjadi calon presiden.
Dari enam partai, hanya Partai Indonesia Sejahtera yang agak lepas dari silsilah ini. Bermula dari kongko sejumlah pewarta, partai itu dibentuk dengan mendapuk Gubernur Jakarta Sutiyoso sebagai maskotnya. Meski begitu, keenamnya diikat oleh dua hal: nasionalis dan tentara. Lembaga-lembaga survei memprediksi partai-partai ini tak akan mendapat suara lebih dari 1 persen.
Partai Karya Peduli Bangsa
Nomor urut: 2
Berdiri: 9 September 2002
Penggagas: Soeharto
Pendiri: Jenderal (Purn) R. Hartono
Perolehan suara 2004: 2,4 juta atau dua kursi parlemen (2,11 persen)
Target: 6 juta suara (3,5 persen)
Jumlah calon anggota legislatif: 141 orang (55 perempuan) dari 68 daerah pemilihan. Sebagian besar pensiunan tentara dan birokrat.
Basis pendukung: Bengkulu, Lampung, Bali, Papua
Dana kampanye: Rp 102 juta
Sikap partai: Mengembalikan tentara ke politik
Prediksi Perolehan Suara
Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia
Nomor urut: 7
Berdiri: 15 Januari 1999
Pendiri: Jenderal (Purn) Edi Sudradjat, Try Sutrisno, Hayono Isman
Ketua Umum: Meutia Farida Hatta
Perolehan suara: 1,01 persen (1999), 1,3 persen atau dua kursi parlemen (2004)
Basis pendukung: Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah
Target 2009: 6,5 juta suara (3,5 persen)
Sikap Partai: Menolak IMF, privatisasi, liberalisasi, mendukung Undang-Undang Pornografi
Dana kampanye: Rp 1,5 juta
Prediksi
Partai Barisan Nasional
Nomor urut: 6
Berdiri: 1 Oktober 2007
Pendiri: Vence Rumangkang
Basis pendukung: Luar Jawa, kader Partai Demokrat
Jumlah calon anggota legislatif: 276 orang (104 perempuan). Sebagian besar tentara, polisi, dan birokrat.
Target suara: 10 persen
Target pemilih: pensiunan polisi
Dana kampanye: Rp 1 miliar
Prediksi
Partai Karya Perjuangan
Nomor urut: 17
Berdiri: 7 Juli 2007
Pemrakarsa: Letnan Jenderal (Purn) Muhammad Yasin, anggota tim sukses Susilo Bambang Yudhoyono dalam pemilihan 2004
Jumlah calon anggota legislatif: 199 orang (68 perempuan atau 34 persen). Sebagian besar pensiunan tentara.
Target pemilih: pensiunan tentara
Dana kampanye: Rp 1 juta
Prediksi
Partai Patriot
Nomor urut: 30
Berdiri: 1 Juni 2001 sebagai Partai Patriot Pancasila
Pendiri: Japto Soerjosoemarno
Perolehan suara 2004: 1 juta (0,95 persen)
Basis pendukung: Indonesia bagian timur
Target suara: 7,6 juta anggota Patriot Pancasila
Jumlah calon anggota legislatif: 117 orang (23 perempuan atau 19 persen).
Dana kampanye: Rp 1 miliar
Prediksi
Partai Indonesia Sejahtera
Nomor urut: 33
Berdiri: 17 Agustus 2005
Pemrakarsa: Letnan Jenderal (Purn) Sutiyoso
Jumlah calon anggota legislatif: 317 orang (123 perempuan atau 38 persen). Ada artis, rohaniwan, pengacara, dan pengusaha.
Dana kampanye: Rp 100 juta
Prediksi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo