Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pakar hukum tata negara Denny Indrayana menyebut film dokumenter Dirty Vote garapan sutradara Dhandy Laksono belum bisa berdampak terhadap elektoral. Menurut dia, dampak utama dari tayangan Dirty Vote adalah penegasan penolakan terhadap pasangan calon nomor urut 02, Prabowo-Gibran.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Tetapi untuk menjadi faktor yang mengubah preferensi pemilih, khususnya di kelas menengah ke bawah yang menjadi basis pemilih paslon gemoy, yang telah sukses disuap dengan penyimpanan anggaran bantuan sosial, sehingga berdampak elektoral, rasa-rasanya masih sulit untuk terjadi," katanya dalam keterangan tertulis, dikutip TEMPO pada Selasa, 13 Februari 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Denny mengatakan film dokumenter Dirty Vote ini sekaligus menguatkan keresahan publik sejak lebih dari satu tahun belakangan. Mulai dari cawe-cawe Presiden Joko Widodo alias Jokowi yang berbahaya, Pilpres akan dibajak oleh kepentingan dinasti dan oligarki, hingga Presiden Jokowi layaknya dimakzulkan karena sudah patut diduga korupsi dan mengkhianati negara.
"Seandainya kesadaran dan penolakan itu bersama-sama disuarakan setahun yang lalu, mungkin saja dampaknya berbeda," ujarnya. Namun, katanya, sebagian masyarakat baru siuman dari pingsan atas keimanannya pada Jokowi.
Denny Indrayana menilai kesadaran dan reaksi publik atas topeng Jokowi memuncak saat terbit putusan Mahkamah Konsitusi atau MK 90 yang diketuai oleh Anwar Usman. Anwar Usman meloloskan kemenakannya Gibran Rakabuming Raka, menjadi cawapres mendampingi Prabowo Subianto. "Putusan itu yang lebih membongkar topeng plang-plongo Jokowi, beberapa kita tersadar dan bereaksi bahwa Jokowi bukanlah kita," ujarnya.
Denny juga mengapresiasi film dokumenter yang menampilkan tiga pakar hukum tata negara Feri Amsari, Bivitri Susanti, dan Zainal Arifin Mochtar. Menurut dia, dokumenter berdurasi hampir dua jam ini bisa mendorong diskusi publik yang lebih mendidik terhadap kecurangan Pemilu 2024.
"Dengan demikian, perpaduan antara karya apik, para pemain yang kredibel, timing, isu yang seksi, menjadi adonan lezat," kata Denny.
Meski begitu, ia menilai tidak ada yang mengejutkan dan istimewa dengan Dirty Vote, kecuali tingkat keberanian Dandhy Laksono dan kru, beserta Feri Amsari, Bivitri Susanti, dan Zainal Arifin Mochtar. "Sehingga semestinya perlu ditanggapi lebih cool saja, tidak reaktif, oleh Paslon 02 khususnya," ucapnya.
Pilihan Editor: 3 Pakar Hukum dan Sutradara Dirty Vote Dilaporkan ke Polisi