Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, melemahnya pertumbuhan ekonomi hingga 4,71 persen pada kuartal I disebabkan karena menurunnya daya beli masyarakat.
"Ya itu kan sejak awal sudah disampaikan, penurunan daya beli akan berimbas. Itu pasti," kata Kalla, ditemui di kantornya, Selasa, 5 Mei 2015. Untuk itu, pemerintah akan membangun fasilitas bagi masyarakat dengan kredit jangka panjang untuk kembali menggenjot daya beli. "Misalnya program sejuta rumah."
Badan Pusat Statistik mencatat pertumbuhan ekonomi pada kuartal I 2015 sebesar 4,71 persen. Angka ini turun 0,5 persen dibandingkan pertumbuhan ekonomi pada periode yang sama tahun lalu yang mencapai 5,21 persen.
“Jika dibandingkan dengan kuartal IV 2014, angka pertumbuhan ekonomi turun 0,18 persen,” kata Kepala BPS Suryamin.
Adapun Kepala Kantor Staf Kepresidenan Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, pelemahan terjadi karena pemerintah masih melakukan proses konsolidasi pada enam bulan pertama. Sebab lain adalah kondisi ekonomi global yang sedang lesu.
Namun dia yakin pada kuartal tiga dan empat mendatang, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan lebih baik. Apalagi dana untuk warga kurang mampu juga sudah cair. "Mungkin pertumbuhan ekonomi tidak sampai 5,8 persen tapi sekitar 5,4 atau 5,6 persen," kata Luhut.
Selain itu, pemerintah juga akan mengucurkan dana desa sebesar Rp 60 triliun. "Dana Rp 29 triliun untuk jalan sudah cair, untuk perhubungan Rp 45 triliun juga," kata dia. Apalagi beberapa proyek mulai dikerjakan pada kuartal ini. Modal tersebutlah yang menurutnya bisa menjadi sinyal positif membaiknya perekonomian Indonesia. Apalagi, penerimaan pajak juga cenderung membaik.
Kendati mayoritas kinerja perusahaan nasional mengalami perlambatan, Kalla itu tetap optimis bisa mencapai pertumbuhan ekonomi 2015 sesuai target 5,7 persen.
Kepala BPS Suryamin menjelaskan melambatnya pertumbuhan ekonomi sejumlah negara yang menjadi mitra dagang Indonesia turut berdampak pada produk domestik bruto (PDB) Indonesia. Seperti Cina yang merevisi proyeksi pertumbuhan ekonominya dari 7,4 persen menjadi 7 persen, dan Singapura yang mengalami perlambatan ekonomi dari 4,9 persen menjadi 2 persen.
FAIZ NASHRILLAH
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini