Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Yogyakarta - Kantor Lembaga Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Daerah Istimewa Yogyakarta–Jawa Tengah mendapatkan aksi teror pada Minggu subuh, 9 Juli 2017. Teror berupa lemparan batu seukuran sekepalan telapak tangan itu membuat kaca-kaca bagian depan kantor yang berada di Jalan Wolter Monginsidi Nomor 20, Karangwaru, Tegalrejo, Kota Yogyakarta, itu pecah berhamburan ke lantai.
“Ada dua batu seukuran tangan yang kami temukan di dalam ruang lobi,” ujar Kepala Perwakilan ORI DIY, Budhi Masturi, ditemui Tempo di kantornya. Kaca yang pecah menyisakan lubang berdiameter sekitar 25 sentimeter dan tiga lembar kaca nako pecah berserakan di lantai depan.
Pihak Kepolisian Kota Yogyakarta langsung datang dan memberi garis polisi di area yang rusak itu serta melakukan pemeriksaan pada sejumlah saksi dan karyawan Ombudsman.
Budhi menceritakan, pelemparan batu sebanyak dua kali ke kantornya itu terjadi sekitar pukul 04.00 WIB. Saat itu, ada seorang petugas satpam yang sedang berada di bagian lobi tengah berjaga sembari bersiap membersihkan tumpukan berkas di meja lobi.
“Tiba-tiba terdengar kaca depan pecah sebanyak ada dua kali, pas dikejar keluar tidak ada motor lewat, orang lari, atau mobil, jalanan sepi,” ujar Budhi.
Budhi mengakui selama ini tak ada teror dalam bentuk ancaman atau lainnya yang diterima pihak Ombudsman sebelum kejadian itu. Pihaknya pun mengaku tak tahu teror ini terkait dengan apa. Apakah orang iseng atau terkait dengan hal tertentu. “Kami serahkan pihak kepolisian saja,” ujarnya.
Budhi menuturkan selama sebulan terakhir, Ombudsman sedang getol menangani aduan perihal penerimaan peserta didik baru (PPDB). Dari kasus PPDB itu, Ombudsman mengindikasikan ada manipulasi proses penerimaan siswa baru di 14 sekolah SMP negeri di Kabupaten Bantul.
Ombudsman menilai proses PPDB di 14 sekolah itu sarat manipulasi data tentang zonasi sekolah. Jika terbukti, hasil penerimaan siswa bisa dianulir. “Siswa yang jarak sekolahnya jauh ditulis dekat lewat surat keterangan kelurahan sehingga bisa diterima di SMP tertentu yang dipilih, siswa yang lebih berhak tersingkir,“ ujarnya.
PRIBADI WICAKSONO
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini