Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Tulisan tangan itu diterakan di atas kertas lusuh. Goresannya rapi meski kertas dalam buku tipis itu penuh bercak keringat. Di sana sang penulis mengeluh. "...Mereka menghajar mukaku sehingga bibir bawahku pecah. Lalu, telinga kanan-kiriku ditiup kuat-kuat, layaknya meniup balon dengan menggunakan pompa. Setelah itu, mereka berkata, "Maaf, Ustad, kami melakukan semua ini karena tugas."
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo