Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DIA bukan masinis, bukan pula kondektur, meski bukan penumpang biasa. Mengenakan seragam pegawai PT Kereta Api Indonesia tanpa label nama, ia berdiri di pintu masuk ruang masinis kereta rel listrik (KRL) ekonomi Kota-Bogor, yang tengah berhenti di Stasiun Manggarai. Setiap penumpang yang mendekat disapanya pendek, ”Biasa?” Calon penumpang yang menjawab kata yang sama akan dipersilakannya masuk. Jika penumpang tak menjawab atau malah tampak bingung, ia akan tercagak di pintu selebar setengah meter itu—pertanda tak ada harapan bagi sang tamu untuk bergabung.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo