Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
KRL baru buatan Inka disinyalir akan memakai teknologi Jepang.
Kereta Jepang dianggap cocok dengan lingkungan Jabodetabek.
Indonesia sudah pakai KRL Jepang sejak 1976.
JAKARTA – Kendati rencana impor KRL bekas asal Jepang batal, PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) tetap akan mendapat armada baru dengan teknologi asal Negeri Sakura untuk menggantikan rangkaian KRL Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) yang pensiun. PT Industri Kereta Api (Inka) disinyalir bakal menggunakan teknologi Jepang untuk memproduksi rangkaian KRL baru pesanan KCI. "(Akan pakai teknologi) Jepang, J-TREC," ujar Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia, Didiek Hartantyo, kepada Tempo, pekan lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
J-TREC adalah perusahaan asal Jepang yang membuat KRL E217, jenis yang sama dengan kereta bekas yang mau diimpor KCI. Didiek mengatakan kereta Jepang yang memakai bahan baja tahan karat cocok untuk lintasan KRL Jabodetabek yang banyak bersinggungan dengan jalan raya. Kriteria tersebut tidak bisa dipenuhi oleh teknologi milik Stadler Rail AG.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Stadler, perusahaan kereta mitra bisnis Inka asal Swiss, memakai aluminium sebagai bahan kereta. "Mereka tidak pakai stainless steel, teknologinya aluminium. Kalau untuk LRT yang beroperasi di atas, tidak apa-apa," kata Didiek.
Workshop PT Inka di Madiun, Jawa Timur. Inka.co.id
PT Inka dan Stadler pada 2020 membentuk perusahaan kerja sama patungan bernama PT Stadler Inka Indonesia. Perusahaan ini dibentuk untuk mengoperasikan pabrik kereta berpenggerak milik Inka di Banyuwangi.
Ditanya soal detail kesepakatan antara Inka dan J-TREC mengenai rencana penggunaan teknologi Jepang pada KRL baru, Didiek menyatakan belum mengetahui detailnya. Yang pasti, ia meminta KRL anyar dapat dikirim pada Maret 2025.
PT KCI telah meneken kontrak pengadaan KRL baru dengan PT Inka pada Maret lalu. Perusahaan produsen kereta pelat merah itu akan membuat 16 rangkaian KRL, dengan masing-masing rangkaian terdiri atas 12 gerbong. Nilai kontrak pengadaan sepur tersebut adalah Rp 3,8 triliun. Pesanan itu dijanjikan dipenuhi mulai kuartal I 2025 sampai 2026.
Tempo berupaya meminta konfirmasi perihal teknologi Jepang pada KRL yang akan dibuat Inka serta mitra yang bakal digandeng kepada manajemen Inka. Namun, hingga laporan ini ditulis, pertanyaan Tempo tak kunjung berbalas.
Workshop PT Inka di Madiun, Jawa Timur. Inka.co.id
KRL Jepang Digunakan di RI Sejak 1976
Kedekatan Indonesia dengan teknologi KRL asal Jepang sudah berlangsung sejak 1976. Kala itu, pemerintah membeli KRL baru dari Negeri Sakura yang disebut KRL rheostatik. Kereta ini dioperasikan sebagai KRL ekonomi non-AC. KRL asal Jepang yang datang pertama kali ditempatkan untuk melayani rute Manggarai, Jakarta Selatan-Bogor. Pada 1996, pemerintah Jepang kemudian menghibahkan KRL bekas bagi Indonesia. KAI melanjutkan pengadaan kereta pada tahun-tahun berikutnya dengan membeli KRL asal Negeri Sakura.
Perkara armada KRL belakangan menjadi polemik setelah pemerintah tak merestui impor kereta bekas Jepang yang diajukan PT KCI. Alasannya, langkah itu tidak sejalan dengan kebijakan pemerintah yang mewajibkan lembaga negara dan BUMN mengutamakan produk dalam negeri. Di sisi lain, impor itu diperlukan untuk menambal armada yang bakal dipensiunkan sepanjang 2023-2024, mengingat kereta baru buatan Inka baru tiba pada 2025.
Baca juga: Terganjal Penolakan Pemerintah
Pemerintah berkukuh menolak rencana impor tersebut setelah mendapat hasil reviu dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Hasil reviu tersebut salah satunya menyatakan alasan kekurangan armada yang diungkapkan PT KCI kurang tepat lantaran secara rata-rata PT KCI dianggap masih dapat memenuhi kebutuhan dengan armada yang ada.
Musababnya, rata-rata okupansi pada 2023 masih di angka 62,75 persen, kendati kelebihan muatan memang terjadi pada jam-jam sibuk di rute tertentu. BPKP menilai PT KCI masih bisa memodifikasi jumlah loop atau panjang rangkaian untuk mengatasi penumpukan penumpang di rute dan stasiun tertentu. Solusi lainnya, PT KCI diminta melakukan modernisasi atau retrofit rangkaian.
Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi, Deddy Herlambang, mengatakan pengadaan armada sangat mendesak karena sebelum ada isu impor pun banyak rute KRL yang kekurangan kereta. Hal tersebut terasa dengan pendeknya rangkaian KRL yang beroperasi. Di sisi lain, Inka baru bisa memenuhi kebutuhan armada anyar dua tahun lagi. "Kalau boleh kami ngomong, kami tidak peduli TKDN (tingkat kandungan dalam negeri), itu urusan perindustrian. Kalau kami di sektor transportasi, yang penting ada sarananya, ada kenyamanan, pelayanan, keselamatan, keamanan, durabilitas, dan keandalan," katanya.
CAESAR AKBAR | YOHANES PASKALIS | KHAIRUL ANAM | GHOIDA RAHMAH
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo