Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Awalnya RUU DKJ akan menjadi usulan eksekutif ke DPR.
Ketentuan Pasal 10 draf RUU DKJ berubah setelah Baleg dan tim pemerintah berkunjung ke Amerika Serikat.
Sejumlah fraksi berubah sikap, lalu menolak aturan yang mengatur penunjukan Gubernur Jakarta oleh presiden.
JAKARTA – Grup WhatsApp tim penyusun draf Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta di lingkup internal pemerintah mendadak riuh pada 29 November lalu. Mereka mendapat informasi bahwa Panitia Kerja Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat mengubah mekanisme penentuan Gubernur dan Wakil Gubernur Daerah Khusus Jakarta, dari proses pemilihan menjadi penunjukan oleh presiden.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Informasi yang kami peroleh, perubahan itu terjadi setelah Panja Baleg DPR berkunjung ke Amerika,” kata seorang pejabat pemerintah yang ikut menjadi anggota grup WhatsApp tersebut, Kamis, 7 Desember 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Grup percakapan tersebut berisi pejabat lintas kementerian dan lembaga, termasuk Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Mereka bertugas mengkaji dan menyusun draf RUU Daerah Khusus Jakarta. Sebelum anggota Panja Baleg DPR melakukan studi banding, ketentuan Pasal 10 draf RUU DKJ masih mengatur soal proses pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Daerah Khusus Jakarta.
Pejabat pemerintah ini mengatakan perubahan ketentuan Pasal 10 itu sangat janggal. Sebab, pasal berikutnya tetap mengatur keberadaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKJ, khususnya fungsi, tugas, wewenang, hak, dan kewajiban lembaga legislator daerah tersebut. “Ini yang lucu. Kenapa DPRD tetap ada?” kata dia.
Ia menyebutkan perubahan ketentuan Pasal 10 RUU DKJ itu terjadi setelah pimpinan dan anggota Badan Legislasi bersama tim pemerintah melakukan studi banding ke Amerika Serikat pada pertengahan November lalu. Mereka melakukan studi referensi terhadap RUU DKJ di Negeri Abang Sam itu.
Sebelum studi referensi itu dilakukan, kata dia, Pasal 10 RUU DKJ masih mengatur pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Daerah Khusus Jakarta. Tapi ketentuan dalam Pasal 10 tersebut tiba-tiba berubah pada akhir November lalu.
Pelantikan Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartoni di Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, Jakarta, 17 Oktober 2022. TEMPO / Hilman Fathurrahman W
Dua sumber Tempo di pemerintah dan DPR menyebutkan pengusul perubahan Pasal 10 draf RUU DKJ itu diduga adalah Ketua Baleg Supratman Andi Agtas dan Wakil Ketua Baleg Lodewijk Freidrich Paulus. Keduanya juga ikut studi banding ke Amerika Serikat, bulan lalu.
Supratman berasal dari Fraksi Partai Gerindra dan Lodewijk dari Fraksi Partai Golkar. Adapun Gerindra dan Golkar bersama Partai Amanat Nasional dan Partai Demokrat tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju—pengusung Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Selasa lalu, Dewan mengesahkan RUU DKJ menjadi usul inisiatif DPR. Dari sembilan fraksi di Senayan, hanya Fraksi Partai Keadilan Sejahtera yang menolak pengesahan RUU DKJ menjadi usul inisiatif DPR. Fraksi ini beralasan, penyusunan draf RUU itu tidak melibatkan partisipasi masyarakat. PKS juga menentang pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Ibu Kota Negara di Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.
Draf RUU DKJ versi DPR tersebut terdiri atas 12 bab dan 72 pasal. Dalam draf ini juga diatur kekhususan Jakarta yang berfungsi sebagai pusat perekonomian nasional dan kota global.
Seorang anggota Badan Legislasi menyebutkan pimpinan Baleg memang ikut mengusulkan mekanisme penentuan Gubernur dan Wakil Gubernur Daerah Khusus Jakarta lewat penunjukan oleh presiden. “Tapi saya tidak tahu siapa pencetus awalnya,” kata anggota Baleg ini.
Supratman dan Lodewijk belum menjawab permintaan konfirmasi Tempo lewat pesan WhatsApp. Keduanya juga tak mengangkat telepon saat dihubungi.
Anggota Baleg dari Fraksi PAN, Guspardi Gaus, mengaku tak mengetahui pengusul ketentuan Pasal 10 dalam RUU DKJ. Tapi, ia mengatakan, fraksinya menyodorkan dua skema pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Daerah Khusus Jakarta saat pembahasan di Badan Legislasi, yaitu melalui pemilihan kepala daerah atau ditunjuk oleh presiden. “Rumusan gubernur dan wakil gubernur ditunjuk oleh presiden itu belum final,” kata Guspardi.
Ia mengatakan DPR dan pemerintah perlu mengkaji secara komprehensif dan sungguh-sungguh saat pembahasan nanti. Meski begitu, kata Guspardi, pembahasan RUU DKJ harus segera dituntaskan karena Undang-Undang Ibu Kota Negara mengatur bahwa Undang-Undang tentang Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibu Kota Negara harus diubah paling lambat dua tahun setelah UU IKN disahkan. DPR mengesahkan UU IKN pada 18 Januari 2022.
“Pada Februari tahun depan, RUU DKJ harus sudah disahkan menjadi undang-undang,” kata Guspardi.
Ketua Komisi Pemerintahan DPR dari Partai Golkar, Ahmad Doli Kurnia, juga mengaku tak mengetahui pengusul Pasal 10 yang mengatur penunjukan Gubernur dan Wakil Gubernur Daerah Khusus Jakarta oleh presiden itu. Saat dimintai konfirmasi ihwal nama Lodewijk Freidrich Paulus, Doli menyarankan Tempo bertanya kepada Sekretaris Jenderal Partai Golkar tersebut.
Doli menjelaskan, materi pasal-pasal dalam RUU DKJ, termasuk ketentuan Pasal 10, masih bisa berubah saat pembahasan antara DPR dan pemerintah. Ia mengatakan fraksinya juga belum setuju jika Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta ditunjuk oleh presiden.
“Kami akan kaji lebih dalam. Yang pasti, warga Jakarta sudah terbiasa dengan proses demokrasi,” kata Doli. “Saat (Jakarta) berstatus ibu kota saja, pemilihan gubernur dilakukan secara terbuka. Masak, setelah tidak (jadi ibu kota), mau diubah?”
Pelaksana harian Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri, Yudia Ramli, mengatakan lembaganya berpandangan bahwa mekanisme penentuan Gubernur dan Wakil Gubernur Daerah Khusus Jakarta semestinya melalui pemilihan kepala daerah secara langsung. “Karena itu merupakan bentuk penghormatan terhadap nilai-nilai demokrasi,” kata Yudia.
Ia juga mengatakan pemerintah tidak terlibat dalam perumusan draf RUU DKJ yang disahkan menjadi usul inisiatif DPR itu. Karena itu, pemerintah masih menunggu penjelasan DPR secara utuh mengenai materi RUU DKJ. “Kami masih menunggu untuk mendapatkan penjelasan secara utuh terkait dengan muatan RUU yang dimaksudkan,” ujar Yudia.
Kronologi Penyusunan Draf RUU DKJ
Dua sumber Tempo di lingkup internal kementerian mengatakan tim mulai mengkaji dan menyusun draf RUU DKJ sejak awal tahun ini. Mereka berkali-kali menggelar rapat hingga menghasilkan draf akhir per 6 September lalu.
Rapat itu di antaranya dipimpin oleh Kementerian Hukum dan HAM. Pengkajian di lingkup internal pemerintah melibatkan lintas lembaga, di antaranya Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Sekretaris Negara, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, serta pemerintah DKI Jakarta. Tim pemerintah mengkaji dan menyusun draf RUU DKJ karena berencana menjadikan RUU itu sebagai usulan eksekutif.
“Selama pembahasan, ada beberapa pasal yang alot diperdebatkan,” kata seorang anggota tim pengkaji dan penyusun draf RUU DKJ, dua hari lalu.
Presiden Joko Widodo didampingi Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono (kiri) meresmikan proyek pembangunan sodetan Kali Ciliwung, di Jakarta, 31 Juli 2023. TEMPO/Subekti.
Ia mengatakan ketentuan Pasal 10 juga diperdebatkan. Tim pengkaji mempertimbangkan dua kemungkinan, yaitu pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Daerah Khusus Jakarta atau penunjukan gubernur oleh presiden. Tapi tim akhirnya menyepakati bahwa Gubernur dan Wakil Gubernur Daerah Khusus Jakarta dipilih secara berpasangan melalui pemilihan gubernur dan wakil gubernur.
Anggota tim penyusun pemerintah lainnya menyebutkan, selama penyusunan RUU itu, tim pemerintah lebih banyak membahas urusan teknokrasi Jakarta sebagai kota global. “Yang kami banyak utak-atik tentang pembahasan teknokrasi bagaimana kekhususan Jakarta karena ingin menjadi kota global,” kata dia.
Tim pemerintah memplenokan draf akhir RUU DKJ pada awal September lalu. Draf itu terdiri atas 11 bab dan 55 pasal. Draf tersebut lantas diserahkan ke Badan Legislasi DPR.
Setelah merampungkan tugasnya, tim pemerintah mendapat informasi bahwa Badan Legislasi akan menjadikan RUU DKJ sebagai usul inisiatif DPR. Kabar itu sampai ke tim pemerintah pada Oktober lalu.
Seorang anggota tim pemerintah yang menyusun RUU DKJ mengatakan Badan Legislasi mengambil alih karena terjadi perdebatan yang alot di lingkup internal pemerintah dalam penyusunan draf. Salah satu poin yang alot diperdebatkan adalah usulan pengambilalihan kewenangan sejumlah kementerian dan lembaga ke pemerintah Daerah Khusus Jakarta.
Pertimbangan lain, pembahasan RUU DKJ harus segera dituntaskan paling lambat awal tahun depan. Ahmad Doli Kurnia mengatakan pembahasan RUU DKJ memang mesti segera dituntaskan pada Februari tahun depan. Sebab, secara de jure, kata dia, saat ini Indonesia mempunyai dua ibu kota negara, yaitu DKI Jakarta dan Ibu Kota Negara Nusantara di Kalimantan Timur. Jadi status DKI Jakarta harus dicabut dan segera diubah menjadi Daerah Khusus Jakarta.
“UU IKN mengamanatkan status DKI mesti dicabut maksimal dua tahun setelah UU IKN disahkan,” kata Doli.
Ramai-ramai Balik Badan
Separuh dari delapan fraksi yang menyetujui RUU Daerah Khusus Jakarta menjadi usul inisiatif DPR mulai berubah sikap. Mereka tiba-tiba kompak menolak rumusan Pasal 10 draf RUU DKJ yang mengatur bahwa Gubernur dan Wakil Gubernur Daerah Khusus Jakarta ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh presiden.
Ketua DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Said Abdullah mengatakan usulan penentuan Gubernur Daerah Khusus Jakarta oleh presiden merupakan gagasan mundur ke belakang. “Saat masih menjadi ibu kota negara, Jakarta sudah mempraktikkan proses demokrasi yang baik. Bahkan pemilihan Gubernur Jakarta menjadi barometer demokrasi nasional karena tumbuhnya partisipasi kritis warga Jakarta,” kata Said, kemarin.
Ia mengatakan kekhususan Jakarta tidak bisa menjadi dasar bahwa Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta harus ditunjuk oleh presiden. Menurut Said, rumusan kekhususan Jakarta harus diterjemahkan sebagai bagian dari daerah yang menyimpan sejarah perjuangan bangsa. “Sekaligus daerah yang menjadi pusat kegiatan bisnis serta keuangan berskala nasional dan internasional,” kata dia.
Partai NasDem dan Partai Kebangkitan Bangsa juga menentang ketentuan penunjukan Gubernur dan Wakil Gubernur DKJ oleh presiden tersebut. Ketua Partai NasDem Surya Paloh bahkan memerintahkan fraksinya di DPR menolak ketentuan Pasal 10 tersebut.
“Memerintahkan Fraksi Partai NasDem menolak RUU DKJ sepanjang klausul mekanisme pemilihan Gubernur DKJ diserahkan langsung kepada pejabat presiden,” kata Paloh lewat keterangan tertulis, Kamis kemarin.
Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, berpendapat, pemerintah dan DPR sebaiknya tidak perlu mengutak-atik mekanisme pemilihan kepala daerah dalam urusan politik pemerintahan di Jakarta. “RUU semestinya berfokus menentukan apa kekhususan yang bisa dilekatkan pada Jakarta setelah tidak lagi menjadi ibu kota negara,” kata dia. ”Sebaiknya jangan memicu kontroversi baru yang justru melemahkan praktik politik dan demokrasi yang sudah relatif baik di Jakarta.”
Menurut dia, RUU DKJ inisiatif DPR itu justru menguatkan kecurigaan bahwa ada upaya untuk memperlemah partisipasi rakyat dalam kehidupan berpolitik dan pemerintahan. “Usulan itu jelas pelemahan representasi rakyat dan memundurkan praktik berdemokrasi yang telah berjalan relatif baik di masyarakat Jakarta.”
IMAM HAMDI | CAESAR AKBAR
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo