Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Mobil ikonik dari Suzuki yakni Jimny, hingga saat ini hanya diproduksi di negara asalnya Jepang. Namun karena permintaan yang cukup banyak, PT Suzuki Indomobil Sales (SIS) selaku agen pemegang merek Suzuki di Indonesia telah mengajukan permohonan agar bisa memproduksi Jimny secara lokal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
4W Head of Brand Development & Marketing Research PT SIS, Harold Donnel menyebut permohonan tinggal menunggu keputusan dari prinsipal pusat. "Tinggal nunggu ketok palu. Berkas sudah masuk tinggal putusan prinsipal," ujarnya kepada wartawan di Makassar, beberapa waktu lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun untuk kepastian kapan pengajuan tersebut disetujui, Harold belum bisa berbicara banyak. Karena ada beberapa hal yang harus dipelajari lebih dulu oleh prinsipal dari pengajuan tersebut.
Harold menjelaskan beberapa hal tersebut mencakup kualitas produksi pabrik, investasi, hingga hubungan bilateral Indonesia dengan negara lainnya.
"Karena untuk mengembangkan produk itu kan nggak sembarangan, dan investasi sangat besar, jadi itu yang dipikirkan benar-benar oleh prinsipal dan kalau pun misalnya Indonesia ataupun India diberikan privilege untuk sebagai another mother plant-nya kita bisa supplay ke negara mana saja, karena itu kan ada hubungan ekspor nanti prinsipal harus mempelajari hubungan bilateral antar India terhadap berapa negara itu lebih bagus atau nggak dibandingkan dengan hubungan bilateral Indonesia dengan berbagai macam negara juga istilahnya kaya gitu," paparnya.
Namun di luar itu, lanjut Harold mengatakan, bukan hal yang mustahil untuk Indonesia menjadi salah satu negara yang memproduksi Suzuki Jimny. Namun itu pun harus ada perhitungannya.
"Sebenarnya secara hitungan di atas kertas tidak menutup kemungkinan kalau seandainya India bikin, Indonesia juga, itu bukan hal yang impossible. Cuma memang semuanya ada skala produksinya, artinya jangan sampai ada dua pabrik besar sehingga supplay jadi lebih besar dari demand kan nggak benar juga," lanjutnya.