Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator Advokasi Urban Poor Consortium (UPC), Gugun Muhammad menyarankan agar anggaran penataan kampung kumuh senilai Rp 556 juta per kelurahan tidak dipangkas. Gugun khawatir program Community Action Plan (CAP) untuk penataan kampung kumuh tak akan terealisasi apabila DPRD DKI menolak anggaran tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kalau baru mulai untuk proses ke masyarakatnya udah dipotong-potong begitu. Ya saya tidak tahu programnya bisa jalan apa tidak," kata Gugun saat dihubungi, Senin, 11 November 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Gugun, pemerintah DKI dapat memilih opsi lain agar penataan kampung kumuh tidak merekrut banyak tenaga ahli atau konsultan. Misalnya, Gugun menyampaikan, pemerintah daerah bisa saja menggandeng masyarakat untuk menggantikan tugas tenaga ahli mulai dari merencanakan penataan kampung hingga mengumpulkan data. Opsi lain adalah merekrut organisasi masyarakat yang ahli di bidang terkait.
"Anggarannya tetap diperlukan, hanya saja pelaksanan kegiatannya itu yang harus dicari banyak cara, tidak hanya melalui konsultan," ujar Gugun.
Gugun menambahkan dalam pelaksanaannya, DKI dapat melibatkan kelompok masyarakat sesuai dengan program swakelola tipe empat. Tak hanya itu, DKI juga bisa bekerja sama dengan perguruan tinggi negeri (swakelola tipe dua) atau mengajak organisasi masyarakat (swakelola tipe tiga). Konsep ini diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Masyarakat atau ormas, dia melanjutkan, bisa merekrut tenaga ahli seperti arsitek apabila tak ada anggota yang mumpuni sementara diperlukan tenaga ahli tertentu dalam perencanaan penataan kampung kumuh.
"Tinggal di-hire kemudian dibayar oleh masyarakat menggunakan dana APBD itu. Jadi anggarannya bisa menyebar langsung ke masyarakat," jelas dia.
Sebelumnya, anggaran konsultan penataan kawasan kumuh diprotes oleh DPRD DKI. Mereka menilai anggaran tersebut janggal karena nilainya terlalu besar, yakni Rp 556 juta per Rukun Warga (RW).
Kepala Bidang Perencanaan Teknis Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman DKI Jakarta, Rommel Pasaribu menyatakan bahwa anggaran tersebut sebenarnya untuk satu kelurahan dengan perhitungan terdapat satu RW di satu kelurahan. Apabila terdapat lebih dari satu RW dalam satu kelurahan, maka pemerintah daerah hanya menambah biaya untuk survei dan sosialisasi.
Anggaran dengan nama kegiatan Community Action Plan (CAP) itu diajukan oleh Dinas Perumahan DKI dalam Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) APBD DKI 2020. Pemerintah DKI Jakarta memiliki rencana untuk menata 200 RW kumuh selama lima tahun dari 2017 hingga 2022 dengan konsep CAP.
Pada saat ini, Pemprov DKI Jakarta sebenarnya sudah melakukan program CAP di 21 kampung seperti kampung akuarium, bukti duri, dan sebagainya. Namun, menurut UPC, dari 21 kampung tersebut hanya satu kampung yang bisa dieksekusi untuk ditata.