Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Digital

SAFEnet Pertanyakan Keamanan Data di PDNS, Fasilitas yang Diklaim Masih Bersifat Sementara

Safenet mempertanyakan pernyataan BSSN ihwal PDN yang belum selesai. Keamanan data pemerintah di fasilitas sementara itu diragukan.

25 Juni 2024 | 15.48 WIB

Direktur Eksekutif SAFEnet, Nenden Sekar Arum menyampaikan catatan kritis atas RUU Polri di Gedung YLBHI, Jakarta, Minggu, 2 Juni 2024. Koalisi Masyarakat Sipil menyatakan sikap menolak dan menuntut DPR RI maupun Pemerintah untuk segera menghentikan pembahasan RUU Polri karena dianggap menjadikan Polri lembaga "Superbody" dan gagal mendesain perbaikan fundamental. TEMPO/M Taufan Rengganis
Perbesar
Direktur Eksekutif SAFEnet, Nenden Sekar Arum menyampaikan catatan kritis atas RUU Polri di Gedung YLBHI, Jakarta, Minggu, 2 Juni 2024. Koalisi Masyarakat Sipil menyatakan sikap menolak dan menuntut DPR RI maupun Pemerintah untuk segera menghentikan pembahasan RUU Polri karena dianggap menjadikan Polri lembaga "Superbody" dan gagal mendesain perbaikan fundamental. TEMPO/M Taufan Rengganis

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), Nenden Sekar Arum, menyebut penjelasan ihwal Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) membingungkan publik dan menunjukkan kelemahan komitmen pemerintah. "Semua ini menjadi pertanyaan besar mengenai kemampuan tata kelola PDN dalam menjaga keamanan data-data yang disimpan secara sepihak oleh pemerintah pusat," katanya dalam keterangan tertulisnya, Senin, 24 Juli 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Menurut dia, tim SAFEnet masih sering menemukan laporan kasus dugaan kebocoran data yang melibatkan institusi pemerintah. Salah satu kasus yang menonjol adalah pembobolan 34 juta data paspor Indonesia yang didagangkan di situs daring, serta masalah registrasi prabayar nomor layanan telekomunikasi dan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lumpuhnya PDNS di Surabaya menjadi babak baru masalah kelemahan perlindungan data. Membuktikan tidak adanya komitmen dan konsistensi pemerintah dalam menjalankan proses pembangunan infrastruktur vital,” ucap dia.

Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) sebelumnya memastikan bahwa serangan berjenis ransomware membuat data dari 120 instansi pemerintahan dikunci lewat metode enkripsi. Serangan peretas ini mengakibatkan pelayanan publik terganggu sejak 20 Juni 2024 lalu, salah satunya sistem imigrasi bandara.

Kepala BSSN, Hinsa Siburian, menyebut Indonesia belum memiliki Pusat Data Nasional (PDN), sehingga yang beroperasi adalah fasilitas sementara yang dikelola Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) serta Telkom Sigma atau PT Sigma Cipta Caraka (Telkomsigma), anak usaha PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk.

“Karena PDN belum selesai, maka dibuatlah PDNS oleh Kominfo di Surabaya dan Jakarta. Kebetulan yang kena adalah di Surabaya," kata Hinsa dalam konferensi pers di Gedung Kominfo, Senin kemarin.

Merujuk penjelasan di situs resmi Kominfo, PDN merupakan fasilitas yang digunakan untuk penempatan sistem elektronik dan komponen dalam keperluan penempatan, penyimpanan dan pengolahan data serta pemulihan.

Lantaran PDN masih dibangun, Kominfo menyelenggarakan PDNS yang dapat digunakan oleh semua instansi pemerintahan. Pemerintah berharap PDNS bisa menjadi wadah sebelum migrasi pusat data atau data center dari instansi pemerintah secara bertahap. PDN Sementara pun memiliki fitur layanan seperti Government Cloud Computer.

Layanan cloud besutan Kominfo itu digadang-gadang memiliki integrasi dan konsolidasi antara pusat data instansi pemerintah pusat dan daerah. Platform itu memakai sistem proprietary dan open source software guna mendukung penyelenggaraan aplikasi umum atau khusus, serta penyediaan teknologi untuk big data dan kecerdasan buatan (AI) bagi instansi pemerintah pusat dan daerah.

 

Peretas PDNS Minta Tebusan Rp 131 Miliar

Peretas PDN sempat meminta uang sebanyak USD 8 juta atau sekitar Rp 131 miliar (dalam kurs Rp 16.399) kepada pemerintah Indonesia. Peretas menyatakan uang itu sebagai tebusan terhadap 210 data yang akan dikembalikan.

Wakil Menteri Komunikasi, Nezar Patria, mengatakan kemungkinan pelaku berasal dari luar negeri. Dia belum bisa memastikan apakah pemerintah akan mengikuti permintaan pembayaran USD 8 juta tersebut.

"Kami sedang konsentrasi untuk mengisolasi data-data yang terdapat," ucap Nezar.

Peretasan dengan ransomware LockBit 3.0 sebenarnya bukan pembahasan baru di dunia siber Tanah Air. Mengutip Koran Tempo Edisi 17 Mei 2023, kelompok hacker Lock Bit 3.0 mengklaim sudah melakukan serangan siber ransomware ke Bank Syariah Indonesia (BSI).

LockBit dikenal sebagai kelompok peretas yang aktif dan berbahaya. Komunitas ini diduga beroperasi di Eropa Timur. Sejumlah perusahaan besar di beberapa negara sempat menjadi korban ransomware mereka, seperto perusahaan pertahanan besar Prancis, Thales Group.

 

 

Alif Ilham Fajriadi

Bergabung dengan Tempo sejak November 2023. Lulusan UIN Imam Bonjol Padang ini tertarik pada isu perkotaan, lingkungan, dan kriminalitas. Anggota Aliansi Jurnalis Independen.

 

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus