Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PESAWAT ATR 72 seri 500 mendarat mulus di Bandar Udara Soekarno-Hatta, Tangerang, Senin malam tiga pekan lalu. Kapal terbang jenis baling-baling ini masih kinyis-kinyis, baru dikirim dari An Alenia Aeronoutica and EADS Joint Venture, pabrikan di Eropa. Kapten Condro Adi menerbangkannya dari hanggar French-Italian Aircraft—di sini pula Airbus dibikin—di Toulouse, Prancis, dua hari sebelumnya. Pemesannya PT Wings Abadi Airlines, maskapai saudara PT Lion Mentari Airlines.
Duo bersaudara itu memang tengah gencar mendatangkan armada baru. Lion telah mengorder 178 unit Boeing, yang akan terkirim hingga 2017. Unit paling anyar, Boeing 737-900 ER, yang tiba di bandara Cengkareng pada Sabtu dua pekan lalu, merupakan unit ke-50 yang diterima. Sedangkan Wings telah meneken perjanjian pengadaan pesawat turboprop sebanyak 50 unit sampai dua tahun ke depan. Pesawat ATR 72-500 yang diterima awal bulan ini merupakan unit ke-15.
Tampaknya, Wings ingin membuat gebrakan. Dengan 50 unit ATR gres, kata Direktur Keuangan Edward Sirait kepada Tempodi Jakarta, Kamis pekan lalu, Wings akan memperbanyak rute antarkota berjarak pendek yang waktu tempuhnya tak sampai sejam. Selama ini, jalur-jalur tersebut dilayani dengan pesawat jet. Misalnya rute Semarang-Surabaya, Surabaya-Denpasar, Surabaya-Yogyakarta, Yogyakarta-Bandung, dan Malang-Denpasar. Istilahnya: rute komuter. Manajemen maskapai ini telah berhitung, pesawat bermesin propelerlah yang paling kompetitif melayani trek-trek pendek itu.
Sebab, kata Edward, yang juga Direktur Umum Lion, pesawat baling-baling tidak rakus bahan bakar. ATR 72-500, misalnya, cukup dengan seribu liter avtur bisa mengangkut 70 penumpang. Bandingkan dengan Boeing 200 atau 300. Pesawat ini butuh 3.500-4.000 liter untuk membawa 100-150 penumpang. ”Kami membawa penumpang separuhnya cuma dengan bahan bakar seperempat.” Dari situ, kata Edward, ongkos operasi bisa ditekan sehingga tiket bisa dilepas semurah mungkin.
Manajemen Wings sudah merancang jadwal terbang nonstop rute Surabaya-Denpasar dengan frekuensi 20 kali penerbangan saban hari. Dalam konsep ini, Wings akan menyediakan tiga unit ATR. Menurut Edward, rute ini diincar karena menghubungkan dua kota yang menjadi pusat bisnis. ”Sekarang orang ke Denpasar bukan pada musim liburan saja.” Wings juga membidik beberapa rute lain, seperti Bengkulu-Padang dan Jakarta-Tanjung Karang.
Tampaknya, Wings akan menjadi pelopor pengguna pesawat baling-baling komersial di Jawa dan Sumatera. Sebelumnya, maskapai ini dirancang cuma sebagai pengumpan bagi Lion, saudaranya. Wings melayani kota-kota kecil di Sumatera dan Indonesia bagian timur. Misalnya rute Gunungsitoli-Medan, lantas penerbangan Medan-Jakarta dilanjutkan dengan Lion. Atau Gorontalo-Makassar, kemudian Makassar-Jakarta dengan Lion. Belakangan, Wings mengetes pasar dengan memotong rute tradisional menjadi jalur langsung Gorontalo-Jakarta.
Potensi pasar bisnis penerbangan di Indonesia masih sangat gemuk. Data Badan Pusat Statistik menunjukkan jumlah penduduk Indonesia mencapai 250 juta jiwa. Bila 40 persen penduduk menjadi pengguna pesawat, jumlah penumpang 100-120 juta. Artinya, kata Edward, kebutuhan pesawat minimum 600 unit karena kondisi geografisnya kepulauan. Nyatanya, jumlah pesawat Wings sekarang baru 200-300 unit.
Merpati Airlines sesungguhnya sudah melayani rute pendek Jawa ini, seperti rute Halim Perdanakusuma-Bandung-Semarang-Banyuwangi. Ada juga Bandung-Yogyakarta. ”Tapi sifatnya sebagai pengumpan,” kata juru bicara Merpati, Sukandi. Direktur Utama Merpati Sardjono Joni menambahkan, Merpati tetap akan mengandalkan MA-60 buatan Xian Aircraft untuk rute-rute pendek. ”Kami tak khawatir (persaingan). Merpati akan terus mengantisipasinya dengan meningkatkan pelayanan,” ujarnya kepada Padjar Iswara dari Tempo pekan lalu.
Pengamat bisnis maskapai yang juga mantan Menteri Perhubungan, Jusman Syafii Djamal, menilai aksi ”akrobat” Wings menyerbu Jawa dengan pesawat baling-baling sebagai langkah strategis. Pertama, belum ada maskapai yang bermain di segmen ini. Kedua, penggunaan pesawat propeler memang ekonomis. Saat ini, satu-satunya pemain trek pendek, Garuda Citilink, pun menggunakan pesawat jet ukuran kecil. Ongkos operasinya tentu berbeda. Persoalan utamanya, menurut Jusman, keamanan dan keselamatan. ”Kalau sampai hal ini diabaikan, habis dia ditinggalkan konsumen.”
Retno Sulistyowati
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo