Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

<font size=1 color=#FFCC66>Bisnis supermarket</font><br />Kian Sengit Setelah Salin Rupa

Gerai Alfa berganti nama jadi Carrefour dan Carrefour Express. Pemain lama di supermarket ketar-ketir.

23 Juni 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DUA bulan kerepotan itu mencapai azimut pada Kamis pekan lalu. Puluhan calon pembeli terbendung di pintu masuk gerai Alfa Bintaro, Tangerang, yang biasanya sudah buka pukul 09.00. Ratusan karyawan Alfa tak bersiaga di booth seperti biasanya, tapi malah berbaris rapi.

Memang ada hajatan besar pada hari itu. Alfa Bintaro sedang menggelar ruwatan penting: mengubah nama menjadi Carrefour Bintaro.

Inilah strategi Carrefour setelah ­meng­akuisisi Alfa Retailindo dengan har­ga Rp 674 miliar pada awal tahun ini. Semua outlet Alfa Supermarket berganti nama menjadi Carrefour Express. Formatnya tetap supermarket. Sementara itu, Alfa Toko Gudang Rabat berubah nama menjadi Carrefour dengan format hipermarket.

Tak hanya nama yang berubah, tapi juga tata letak barang di dalam gerai—inilah kesibukan di Alfa Bintaro dua bulan terakhir. Dagangan tidak lagi ditempatkan berdasarkan merek, tapi mengacu pada taste barang itu, dengan menjiplak resep Carrefour. Yang tersisa dari masa lalu Alfa Bintaro cuma din­dingnya yang masih berwarna kuning, dengan sedikit cita rasa biru dan merah yang menjadi trademark Carrefour.

Alfa Bintaro adalah ruwatan kedua. Sebelumnya, Mei lalu, Alfa mengganti nama gerainya di Taman Harapan Indah, Bekasi. Alfa juga sudah mengganti nama dua gerai di kawasan Panjang Jiwo, Surabaya, dan Pamulang, Tangerang, menjadi Carrefour Express. Rencananya, sebelum Idul Fitri pada awal Oktober, semua gerai Alfa, yang berjumlah 29 buah, sudah bersalin nama menjadi Carrefour.

Taktik ganti nama ini sudah menyihir Rosi. Ditemui di Alfa—eh, Carrefour—Bintaro, wanita 45-an tahun ini mengaku terundang untuk berbelanja karena gerai itu kini berlabel peretail asal Prancis tersebut. ”Soalnya, Carrefour terkenal dengan keragaman produk dan kualitasnya yang baik,” ujarnya.

Pengaruh perubahan nama itu juga menggoyang para rival Carrefour. Maklum, pasca-akuisisi itu, Carrefour kini lebih leluasa masuk ke sudut-sudut kota yang sebelumnya sulit di­jangkau kare­na berformat hipermarket. ”Pendirian hipermarket butuh waktu lebih lama karena pemilihan lokasi dan pengurus­an izin yang rumit,” kata Direktur Pengembangan Retail dan Bisnis PT AC Nielsen Indonesia Yongky Surya Susilo.

Bisa jadi itulah strategi Carrefour untuk bisa menguasai pasar retail Indonesia, baik di sektor supermarket mau­pun hipermarket. Menurut Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Retail Indonesia Benjamin Mailool, sekarang saja dominasi pasar oleh Carrefour sudah terlihat. ”Kami menghitung pasar yang dikuasai Carrefour saat ini sudah melebihi­ 50 persen,” ujarnya.

Tahun lalu, penjualan Carrefour mencapai 763 juta euro atau sekitar Rp 11 triliun. Tak hanya menyalip pendapat­an pemain lawas seperti Matahari, yang meraup Rp 9,8 triliun, atau Hero (Rp 5,2 triliun), perolehan ini naik tiga setengah kali lipat dibanding nilai penjual­an tahun 2000 sebesar 166,9 juta euro (sekitar Rp 2,39 triliun).

Penjualan Rp 11 triliun itu tentu akan naik lagi setelah Alfa masuk portofolio Carrefour. Sampai September lalu, penjualan Alfa Retailindo mencapai Rp 2,4 triliun.

Dengan performa seperti itu, wajar jika Carrefour menjadi sosok yang menakutkan bagi para pesaingnya. Benjamin, yang juga Presiden Direktur PT Matahari Putra Prima Tbk., terang-terangan menyatakan langkah Carrefour di Alfa merupakan ancaman. Supermarket lokal terancam mati karena langkah tersebut membikin persaing­an usaha di bisnis ini tidak lagi seimbang.

Tapi Carrefour berkilah. ”Kami memilih Alfa, selain karena akan terjadi hubungan komplementer, karena ­tidak melanggar aturan pemerintah,” ujar Direktur Hubungan Korporasi PT Carrefour Indonesia Irawan D. Kadarman. Menurut dia, strategi mengganti nama (rebranding) juga merupakan hal biasa. Jurus ini lazim dilakukan Carrefour pasca-akuisisi atau merger di Uni Eropa dan Brasil.

Resep laris manis Carrefour justru karena berhasil menjaga agar harga tetap kompetitif, produk beragam dan berkualitas, dan suasana belanja nyaman. Ketiga prinsip ini terdengar sederhana, tapi pada prakteknya cukup kompleks. ”Karena terkait dengan manajemen pemasok, kebijakan harga, rantai pasokan, dan manajemen distribusi sekitar 3.700 pemasok dari berbagai kota untuk menghadirkan 40 ribu item produk,” ujar Irawan.

Toh, tak semua peretail dibikin gentar oleh jurus Carrefour. Direktur Opera­sio­nal PT Hero Supermarket Tbk. Sugi­yanto Wibawa yakin pangsa pasarnya bakal tetap tumbuh sesuai dengan target. ”Kami selalu siap siaga dengan persiapan fisik yang lebih baik, penyediaan barang lebih lengkap, dan harga produk yang reasonable,” ujarnya.

Sebelum Carrefour, Hero juga mengubah nama sebagian outlet-nya menjadi Giant. Hero Supermarket membidik masyarakat kelas atas, sedangkan Giant ditujukan untuk warga kelas menengah ke bawah. Sampai akhir tahun lalu, Hero memiliki 80 gerai Hero dan 25 supermarket Giant. Tahun ini, kelompok usaha yang dimiliki Dairy Farm, Hong Kong, itu bakal membuka 20 outlet Hero yang baru dan me-rebranding 20 gerainya menjadi Giant.

Pemain besar lain, Lion Superindo, juga tak surut menghadapi Carrefour. Perusahaan retail milik Delhaize (Belgia) dan Salim Group ini sekarang memiliki 57 gerai. ”Kekuatan Superindo di antaranya bisa menyediakan produk segar, harga hemat, dan lokasinya dekat dengan konsumen,” ujar Wakil Direktur Eksekutif PT Lion Superindo Melanie Dharmosetio.

Persaingan di bisnis supermarket memang sangat keras. Pascakrisis, sejumlah perusahaan retail lokal terpaksa menutup gerainya. Jumlah outlet-nya pun menyusut drastis, seperti yang terjadi pada Golden Truly (Sudwikatmono)—yang pernah menjadi pesaing kuat Hero di bisnis supermarket—dan Gelael (Keluarga Gelael). Meskipun demikian, beberapa perusahaan retail lokal, seperti Naga atau Tip Top, masih mampu berekspansi.

Mestinya konsumenlah yang dimuliakan oleh rivalitas ini. Yongky melihat masuknya Carrefour bakal memaksa para pesaingnya melakukan peremajaan gerai dan mendekatkan lokasi ke konsumen. Tapi yang juga pen­ting, menurut dia, bagaimana peretail menguatkan brand. ”Jika ingin tetap survive di bisnis supermarket, peretail harus bisa berfokus membidik segmen pasar. Dalam hal ini, kesempatan terbesar masih ada di segmen menengah bawah,” ujarnya.

R.R. Ariyani

Tiga Besar Supermarket (2008)

Carrefour Pemegang Saham:Carrefour (Prancis) Jumlah gerai: Alfa: 29; Carrefour: 21

HERO Pemegang Saham:Dairy Farm (Hong Kong) Jumlah gerai:Hero: 80; Giant: 25

Super Indo Pemegang Saham: Delhaize (Belgia) Jumlah gerai: 57

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus