Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Antam Anggap Kasus 109 Ton Emas Tidak Merugikan, Kejaksaan Agung Dalami Dugaan TPPU

Direktur Utama PT Antam Nico Kanter memastikan keaslian produk emas yang diproses selama kurun waktu tahun 2010-2021

4 Juni 2024 | 13.19 WIB

Emas batangan atau logam mulia. Tempo/Tony Hartawan
Perbesar
Emas batangan atau logam mulia. Tempo/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama PT Antam Nico Kanter memastikan keaslian produk emas yang diproses selama kurun waktu tahun 2010-2021, menyusul penyidikan Kejaksaan Agung terhadap 109 ton emas bercap Logam Mulia yang diduga diproduksi tidak secara sah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

“Emas palsu tidak ada, Pak. Itu semua emas yang proses kita, harus melalui proses yang tersertifikasi. Dan LBMA (London Bullion Market Association) itu sangat-sangat rigit dalam mengaudit kita,” kata Nico dalam rapat dengan pendapat dengan Komisi VI DPR, Senin malam, 3 Juni 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nico mengatakan hal itu menjawab pertanyaan Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Aria Bima yang mempertanyakan keaslian emas 109 ton yang diproses pada periode 2010-2021.

Dia mempertanyakan itu terkait kabar yang menyebutkan pemalsuan emas sebanyak 109 ton dari tahun 2010 sampai 2021 yang saat ini kasusnya ditangani Kejaksaan Agung.

Menurut Nico, hal itu sudah diklarifikasi Antam kepada Kapuspen Kejaksaan Agung bahwa emas tersebut asli.

“Oleh berita itu dikatakan bahwa emas palsu. Nah, Alhamdulillah dalam penjelasan kami kepada Kapuspen (Kejagung) beliau juga mempertajam statement-nya bahwa bukan emas palsu,” ucap Nico.

Dia memastikan bahwa emas yang dihasilkan termasuk lebur cap selama periode tersebut asli. Lebih lanjut Nico menjelaskan bahwa dalam proses lebur cap ada branding atau licensing.

Dijelaskan, dalam lebur cap emas diproses di Antam tetapi Antam tidak membebankan biaya licensing atau branding. Jadi, kata Nico, ada cap emas yang diberikan karena dengan dicap emas itu juga meningkatkan nilai jualnya.

Ia mengungkapkan bahwa saat ini kapasitas Logam Mulia ada di kisaran 40-80 ton. Namun, di Pongkor Antam hanya bisa 1 ton setahun.

“Oleh karena itu kami harus memproses dari luar juga termasuk yang kita impor ataupun emas-emas yang ada di domestik,” katanya.

Namun, hal itu dilihat oleh Kejaksaan merugikan karena dinilai bahwa emas yang dicap oleh Antam berasal dari proses-proses yang dianggap ilegal.

Oleh karena itu, dia berharap ada kajian komprehensif mengenai hal tersebut.

“Ada baiknya kita harus mendapatkan kajian apakah itu dari Lemhanas, ITB, atau apa yang membuktikan bahwa apa yang kita lakukan sebenarnya tidak ada yang merugikan,” tutur Nico.

Sebelumnya, Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung menetapkan enam orang General Manager Unit Bisnis Pengelolaan dan Pemurnian Logam Mulia (UBPPLN) PT Antam Tbk periode 2010-2022 sebagai tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi tata kelola komoditas emas periode tahun 2010-2022 seberat 109 ton.

Direktur Penyidikan Jampidsus Kejaksaan Agung Kuntadi menyebut keenam tersangka tersebut yakni TK selaku GM UBPPLN periode 2010–2011, HN periode 2011–2013, DM periode 2013–2017, AH periode 2017–2019, MAA periode 2019–2021, dan ID periode 2021–2022.

Dia menjelaskan para tersangka selaku GM UBPPL PT Antam telah menyalahgunakan kewenangannya dengan melakukan aktivitas secara ilegal terhadap jasa manufaktur yang seharusnya berupa kegiatan peleburan, pemurnian dan pencetakan logam mulia.

Namun, lanjut dia, para tersangka secara melawan hukum dan tanpa kewenangan telah melekatkan logam mulia milik swasta dengan merk Logam Mulia (LM) Antam.

Kejaksaan Agung Dalami Dugaan Pencucian Uang

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana, mengatakan penyidik Kejaksaan mendalami dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Menurut dia, penyidik bakal menelusuri pihak-pihak yang terkait dengan perkara tersebut termasuk yang menerima keuntungan dari tindakan pidana tersebut.

“Sepanjang ada orang-orang yang diuntungkan dalam perkara ini juga akan menjadi fokus kami, tidak menutup kemungkinan besok akan menjadi TPPU ke depan, seperti kasus timah, atau korporasi yang diuntungkan, kita liat perkembangan ke depan,” kata Ketut di Jakarta, Senin, 3 Juni 2024.

Selain itu, kata dia, penyidik juga menelusuri pihak-pihak yang diduga melakukan pembiaran terjadinya tindak pidana, mengingat perkara tersebut terjadi selama rentang waktu 12 tahun 2010-2022.

Penyidik menduga ada pembiaran di internal, karena dari 2010 baru diketahui perkaranya 2023, sama seperti kasus timah yang terjadi dari 2015.

Tidak hanya itu, ada enam GM PT Antam yang ditetapkan sebagai tersangka, sehingga duga ada pembiaran dilihat dari pergantian antar manajer.

“Maka dari itu kami dalami kemungkinan ada pembiaran dari internal. Kalau kita liat dari semua yang ditetapkan sebagai tersangka statusnya manajer ya kan,” katanya.

“Dari manajer ke manajer, enam manajer kami tetapkan tersangka berarti ada pembiaran dari pergantian manajer satu dengan yang lain, sampai enam manajer berarti ada pembiaran. Apa ada kongkalingkong tentu akan kaki usut semua,” katanya

ANTARA

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus