Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Asosiasi Keluhkan Mutiara Impor Asal Cina Banjiri Pasar di Lombok

Mutiara impor asal Cina ini dijual dengan harga yang sangat rendah dan dibeli oleh wisatawan asing yang melancong ke daerah tersebut.

14 November 2019 | 18.13 WIB

Ilustrasi kerajinan mutiara Lombok. ANTARA FOTO
Perbesar
Ilustrasi kerajinan mutiara Lombok. ANTARA FOTO

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Asosiasi Budidaya Mutiara Indonesia (Asbumi), Anthony Tanios mengeluhkan banyaknya mutiara impor asal Cina yang dijual di daerah Lombok, Nusa Tenggara Barat. Masalahnya, mutiara impor ini dijual dengan harga yang sangat rendah dan dibeli oleh wisatawan asing yang melancong ke daerah tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

“Kami sudah meninjau, harganya tidak masuk akal,” kata Anthony saat ditemui usai mengadakan konferensi pers bersama Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo di Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan, Gambir, Jakarta Pusat, Kamis, 14 November 2019.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Anthony mengatakan mutiara yang masuk ke Indonesia ini adalah jenis Freshwater Pearl. Ia menduga, mutiara impor asal Cina tersebut masuk ke Indonesia dengan cara memanipulasi data sehingga harganya di Indonesia bisa sangat murah. Jumlah mutiara yang diimpor pun, kata Anthony, diprediksi setara dengan jumlah mutiara jenis South Sea Pearl yang diproduksi di Indonesia, yaitu 2 hingga 3 juta ton per tahun.

Penjualan mutiara Freshwater Pearl sebenarnya sah-sah saja. Masalahnya, kata Anthony, kualitas dari mutiara ini kalah jauh dibandingkan dengan South Sea Pearl yang ada di Indonesia. Ia khawatir, turis asing yang membeli kecewa setelah membeli mutiara jenis tersebut. “Nanti, komplainnya ke kami,” kata dia.

Itu sebabnya, Asbumi pun menggelar Indonesia Pearl Festival ke-8 yang diadakan oleh Festival yang fokus mengangkat South Sea Pearl ini diadakan di Atrium Lippo Mall Kemang, Jakarta Selatan, dari 21 hingga 24 November 2019. Selain itu meningkatkan ekspor, ajang ini juga dilakukan untuk memperkuat pasar mutiara di dalam negeri.

Lewat acara ini, para pengusaha di Asbumi ingin memperkenalkan bahwa mutiara jenis South Sea Pearl jauh lebih unggul dibandingkan mutiara impor seperti jenis Freshwater Pearl. Secara harga, mutiara ini memang jauh lebih mahal. Tapi secara kualitas, kata Anthony, South Sea Pearl jauh lebih unggul. Upaya ini juga dilakukan mengingat 50 persen produksi South Sea Pearl dunia, berasal dari Indonesia.

Edhy Prabowo pun berjanji akan mendukung upaya dari asosiasi ini. Sebab di sisi lain, ekspor mutiara Indonesia ternyata masih kalah dibandingkan dengan negara lain, seperti Hong Kong, Cina, Jepang, dan Polinesia Perancis. “Secara prinsip, kami tak akan biarkan Asbumi sendirian,” kata dia.

Fajar Pebrianto

Meliput isu-isu hukum, korupsi, dan kriminal. Lulus dari Universitas Bakrie pada 2017. Sambil memimpin majalah kampus "Basmala", bergabung dengan Tempo sebagai wartawan magang pada 2015. Mengikuti Indo-Pacific Business Journalism and Training Forum 2019 di Thailand.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus