Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Laporan keuangan Kementerian Kelautan dan Perikanan atau KKP tahun 2017, yang dipimpin Susi Pudjiastuti, memperoleh opini disclaimer dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Selain KKP, opini disclaimer juga diberikan kepada Badan Keamanan Laut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Sekretaris Jenderal BPK Bahtiar Arif menyebutkan tiga kondisi yang menyebabkan kementerian atau lembaga memperoleh opini disclaimer. Kondisi pertama, kementerian atau lembaga menolak diperiksa. Kondisi kedua, ada pengauditan tapi hasil pemeriksaan tak meyakinkan BPK untuk memberikan opini wajar atau tidak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Selain itu, kondisi ketiga adalah laporan keuangan yang menunjukkan ketidakwajaran. "Artinya tidak sehat, tidak sesuai gambar akuntansi," kata Bahtiar, Kamis, 31 Mei 2018.
Tahun lalu, BPK juga memberi opini disclaimer untuk laporan keuangan tahun 2016 milik KKP. Hal itu sehubungan dengan akuntabilitas yang tidak terpenuhi dalam laporan keuangan KKP, yaitu untuk pengadaan kapal nelayan.
Di dalam laporannya, KKP menganggarkan Rp 209 miliar untuk pengadaan kapal bagi nelayan dengan jumlah sekitar 750 kapal dan ditargetkan selesai prosesnya pada 31 Desember 2016, kemudian diperpanjang hingga Maret 2017.
Namun, hingga akhir 2016, baru 48 kapal yang tercatat telah direalisasikan dan memiliki berita acara serah-terima sebagai syarat pemenuhan akuntabilitas. Padahal seluruh dana program telah dicairkan.
Ketika dikonfirmasi, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengaku tak habis pikir dengan hasil audit BPK tersebut. Ia pun membantah pihaknya tak kooperatif dalam proses audit itu. "Kita kooperatif. Kita datang waktu dipanggil," tuturnya ketika ditemui di Hotel Imperial, Tokyo, Kamis, 31 Mei 2018.
Dalam pertemuan dengan BPK, Susi menyebutkan banyak hal telah dibahas. "Kita bicara apa yang harus saya respons, apa kesalahan kami, apa kekurangan kami, bisakah diberi kesempatan, atau apa, saya tidak tahu," katanya.
Susi juga menjelaskan, pada 2017 lalu, pihaknya mengembalikan dana hampir Rp 10 triliun ke kas negara karena penghematan yang telah dilakukan. "Rp 10 triliun itu besar sekali, saya kembalikan kepada negara," ucapnya.
Pengembalian dana ke kas negara itu, menurut Susi Pudjiastuti, tak lain karena ia menjalankan prinsip kerja yang tak ingin ada pemborosan. "Karena saya tidak ingin ada pemborosan, tidak ingin ada penggunaan uang negara yang tidak benar. Dan itu prinsip kerja saya. Saya benar-benar tidak habis pikir," ujarnya.