Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Ditjen Pajak Ungkap Praktik Pemalsuan Meterai, Potensi Rugikan Negara Rp 37 M

Ditjen Pajak bekerja sama dengan Polda Metro Jaya dan Perum Peruri mengungkap praktik pemalsuan meterai.

17 Maret 2021 | 21.56 WIB

Ilustrasi Meterai 2009-2014. Peruri.co.id
Perbesar
Ilustrasi Meterai 2009-2014. Peruri.co.id

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Direktorat Jenderal Pajak(DJP) bekerja sama dengan Polda Metro Jaya dan Perum Percetakan Uang Republik Indonesia (Peruri) mengungkap praktik pemalsuan meterai. Tindakan pelanggaran hukum ini menimbulkan potensi kerugian pendapatan negara sebesar Rp 37 miliar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

”Kementerian Keuangan, dalam hal ini DJP, memberikan apresiasi tinggi kepada Kepolisian Republik Indonesia dan Perum Peruri atas kerja samanya mengungkap dugaan tindak pidana pemalsuan meterai," ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak, Neilmaldrin Noor dalam keterangan tertulis, Rabu, 17 Maret 2021.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bea Meterai, kata Neilmaldrin, merupakan pajak atas dokumen yang merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang digunakan untuk membiayai pembangunan dan penyelenggaraan negara. "Pemalsuan meterai merupakan tindakan yang merugikan keuangan negara sekaligus seluruh masyarakat Indonesia.”

Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Polisi Yusri Yunus mengungkapkan bahwa modus yang dilakukan para tersangka adalah mencetak dan menjual meterai palsu nominal Rp 6.000 dan Rp 10.000. Berdasarkan barang bukti yang ditemukan Polresta Bandara Soekarno-Hatta, potensi kerugian negara diperkirakan sebesar 12,5 miliar.

Lebih lanjut, Yusri menjelaskan bahwa kelompok tersangka yang terdiri dari enam orang ini telah melakukan kegiatan pemalsuan meterai sejak tiga setengah tahun yang lalu. Jika diakumulasikan, maka potensi kerugian negara bisa mencapai sekitar Rp 37 miliar.

Atas kejahatan tersebut, tersangka diancam dengan pasal berlapis yakni tindak pidana pemalsuan benda meterai dan tindak pidana pencucian uang. Berdasarkan pasal 24 dan 25 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai, tersangka diancam pidana penjara paling lama tujuh tahun dan pidana denda paling banyak Rp 500 juta. Di samping itu, sanksi bagi pelaku tindak pidana pencucian uang adalah hukuman penjara paling lama dua puluh tahun dengan denda paling banyak Rp 10 miliar.

Direktur Operasi Peruri, Saiful Bahri, menyatakan bahwa meterai asli dapat diketahui dengan dilihat, diraba, dan digoyang. Jika dilihat, meterai asli memiliki tiga bentuk perforasi atau lubang yakni bulat, oval, dan bintang. Teknologi cetak dari Peruri juga menjadikan angka enam ribu dan sepuluh ribu Nomor SP- 07/2021pada meterai terasa kasar jika diraba. Saat meterai digoyang, akan terjadi color shifting atau perubahan warna.

Terkait dengan dokumen yang menggunakan meterai palsu, berdasarkan PMK-04/2021, salah satu syarat keabsahan pembayaran bea meterai adalah menggunakan meterai tempel yang sah, berlaku, dan belum pernah digunakan. Dengan demikian, apabila dokumen dibubuhi oleh meterai palsu maka pembayaran bea meterai tidak sah dan dokumen dianggap tidak dibubuhi meterai. Masyarakat dapat melakukan pemeteraian kemudian terhadap dokumen yang sudah terlanjur dibubuhi meterai yang tidak sah.

CAESAR AKBAR

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus