Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Gedung Granadi dan Vila Megamendung Milik Soeharto, Begini Kabar Terbarunya

Direktorat JKN Kementerian Keuangan masih belum menguasai dan mengelola dua aset Yayasan Supersemar, diantaranya Gedung Granadi.

30 April 2021 | 15.42 WIB

Petugas keamanan berjaga saat aksi di depan Gedung Granadi, Jakarta, Senin, 17 Desember 2018. Aksi ini menuntut penyitaan Gedung Granadi oleh pemerintah yang merupakan milik aset Yayasan Super Semar dan mendukung tindakan pemerintah menyita dan mengejar asset-asset hasil korupsi rezim orde baru. TEMPO/Muhammad Hidayat
Perbesar
Petugas keamanan berjaga saat aksi di depan Gedung Granadi, Jakarta, Senin, 17 Desember 2018. Aksi ini menuntut penyitaan Gedung Granadi oleh pemerintah yang merupakan milik aset Yayasan Super Semar dan mendukung tindakan pemerintah menyita dan mengejar asset-asset hasil korupsi rezim orde baru. TEMPO/Muhammad Hidayat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (JKN) Kementerian Keuangan masih belum menguasai dan mengelola dua aset Yayasan Supersemar milik Keluarga Presiden ke-2 RI Soeharto. Kedua aset tersebut yaitu Gedung Granadi di Jakarta Selatan dan Vila di Megamendung, Jawa Barat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Kedua aset sebelumnya telah diambil alih oleh Kejaksaan Agung melalui mekanisme sita eksekusi. Kini, kedua aset masih berada dalam penyitaan pengadilan. Gedung Granadi oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan Vila di Megamendung oleh Pengadilan Negeri Cibinong, Jawa Barat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Kalau sudah selesai prosesnya, baru nantinya akan dikelola oleh DJKN," kata Direktur Hukum dan Hubungan Masyarakat DJKN Tri Wahyuningsih Retno Mulyani dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat, 30 April 2021.

Penyitaan kedua aset ini terkait dengan kasus yang melibatkan Yayasan Supersemar. Kasus ini berawal saat Yayasan Supersemar digugat oleh Kejaksaan Agung secara perdata pada 2007. Yayasan Supersemar diduga menyelewengkan dana beasiswa pada berbagai tingkatan sekolah yang tidak sesuai, dan dipinjamkan kepada pihak ketiga.

Pada pengadilan tingkat pertama, 27 Maret 2008, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan‎ gugatan Kejaksaan Agung. Pengadilan menghukum Yayasan Supersemar membayar ganti rugi kepada pemerintah sebesar US$ 105 juta dan Rp 46 miliar.
Putusan ini dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Jakarta pada 19 Februari 2009.

Mahkamah Agung menguatkan putusan Pengadilan Tinggi DKI‎ Jakarta pada Oktober 2010. Namun terjadi salah ketik jumlah ganti rugi yang harus dibayarkan. Jumlah yang seharusnya ditulis Rp 185 miliar, tapi yang terketik hanya Rp 185 juta.

Sehingga putusan itu tidak dapat dieksekusi. Kejaksaan mengajukan peninjauan kembali pada September 2013 dan dikabulkan. MA memutuskan Yayasan Supersemar harus membayar ganti rugi ke negara sebesar Rp 4,4 triliun.

 

Fajar Pebrianto

Meliput isu-isu hukum, korupsi, dan kriminal. Lulus dari Universitas Bakrie pada 2017. Sambil memimpin majalah kampus "Basmala", bergabung dengan Tempo sebagai wartawan magang pada 2015. Mengikuti Indo-Pacific Business Journalism and Training Forum 2019 di Thailand.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus