Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Gula Ilegal, Dokumen Aspal

5 Juli 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SAMPAI kini Husin?sebut saja namanya begitu?tak habis pikir. Tiga bulan lalu, pegawai rendahan di Pelabuhan Sampit, Kalimantan Tengah, itu memeriksa dokumen kapal motor Kurnia Lestari yang sedang membongkar muatan. Dalam surat-surat tertera, kapal yang tiba pada 3 Maret 2004 itu mengangkut 1.500 ton gula asal Surabaya. Agen pelayarannya PT Sumber Kehidupan. Sekilas tak ada yang ganjil dalam dokumen itu. Namun Husin terperanjat ketika di sela pekerjaannya ia berbincang dengan seorang anak buah kapal Magna Satu, yang juga sedang sandar di Pelabuhan Sampit. Awak kapal itu menuturkan, ia mengenali Kurnia Lestari di Port Klang, Malaysia. Magna Satu memuat pupuk, sedangkan Kurnia Lestari menaikkan gula. Dalam dua tahun terakhir, Kalimantan Tengah memang ibarat kembang diserbu kumbang. Banyak sekali kapal yang membongkar gula di Sampit dan Pangkalan Bun, untuk kemudian didistribusikan ke daerah pedalaman seperti Parenggean, Kuala Kuayan, dan Tumbang Sangai. Sebagian dikirim ke Palangkaraya, bahkan Banjarmasin di Kalimantan Selatan, lewat jalur darat. Bila sedang ramai, dalam sepekan bisa masuk tiga kapal yang masing-masing memuat 600-1.500 ton gula. Jumlah ini berlebih karena kebutuhan gula di Kalimantan Tengah setiap bulannya hanya 3.125 ton. Proses bongkar-muat gula pun bukan cuma di pelabuhan resmi yang dikelola PT Pelindo, tapi juga di pelabuhan rakyat. Antara lain di perairan Desa Pelangsian, dan dermaga yang dikelola PT Semangat Bersatu yang berlokasi di Jalan Iskandar, Ketapang, Sampit. Di pelabuhan-pelabuhan partikelir itu warga setempat sering melihat bongkar-muat gula dilakukan malam hari. Biasanya kristal manis itu kemudian diangkut truk ke luar kawasan dermaga, entah ke mana. Beberapa kali pula pembongkaran gula terlihat dilakukan di bawah kawalan ketat aparat bersenjata. Sumber TEMPO menuturkan, dalam dokumen kapal biasanya tercantum keterangan gula berasal dari Pontianak atau Surabaya. Petugas Bea Cukai dan syahbandar langsung mempercayai keterangan itu. Pihak administrator pelabuhan, kata Sunanto, memang tak menangani asal-usul barang. "Tapi memang benar kapal-kapal itu biasanya bermuatan gula asal Pontianak," ujar administrator pelabuhan Sampit itu, berusaha meyakinkan TEMPO. Di sini keganjilan kian meruap. Secara resmi, si kristal manis tak dibenarkan diedarkan dari Pontianak (Kalimantan Barat) ke Kalimantan Tengah. Hal itu sudah ditegaskan oleh Doris Herlambang, Direktur Utama PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI), importir gula satu-satunya untuk wilayah Provinsi Kalimantan Barat. "Kami tak mengizinkan siapa pun mendistribusikan gula keluar Provinsi Kalimantan Barat," katanya. Pengecualian hanya diizinkan bila ada permintaan dari Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan setempat untuk memasok gula. Itu pun, distributor PPI mesti mendapat lampu hijau lebih dulu dari Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kalimantan Barat. "Tanpa izin, kami tak bisa membawa gula ke luar provinsi," kata seorang distributor PPI yang tak mau disebut namanya. Bila melanggar, mereka akan diberhentikan sebagai distributor. Tak pelak, muncul kecurigaan, sebagian besar gula yang masuk ke Kalimantan Tengah sesungguhnya bukan berasal dari Pontianak atau Surabaya. Lalu dari mana? Sumber TEMPO membisikkan, sebagian besar gula itu berasal dari Pelabuhan Kuching atau Port Klang, Malaysia. Si kristal manis bisa tetap masuk berkat kepiawaian cukong gula merekayasa dokumen. Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, Markus Ratu, tak menampik di wilayahnya banyak beredar gula ilegal. "Kemampuan petugas kami terbatas," katanya. Anggota DPRD Kotawaringin Timur, Irawan Achmad, menengarai hal itu bisa terjadi karena cukong-cukong itu punya deking pejabat pemerintah dan aparat keamanan. "Kalau tidak, bagaimana praktek itu berlangsung aman-aman saja?" katanya. Polisi pun sebetulnya tak tinggal diam. Cuma, kata Kepala Kepolisian Kotawaringin Timur, Sadono Budi Nugroho, selama ini polisi memang tak pernah menangkap kapal yang membawa gula asal Pontianak, karena dokumennya komplet. "Kalau dokumennya tidak ada, baru saya tangkap," kata Sadono. ND, Bambang Kartika Wijaya (Sampit)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus