Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Institut Akuntan Publik Indonesia atau IAPI Tarkosunaryo mengatakan pencatatan dalam laporan keuangan terkait dimasukkannya piutang ke dalam pos pendapatan seperti laporan keuangan Garuda Indonesia adalah hal yang lazim ditemukan di dalam pencatatan akuntansi.
Baca juga: Laporan Keuangan Garuda Indonesia Disebut Tidak Sesuai Standar
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Ini merupakan praktik yang lazim ditemui. Dan dapat dijelaskan bahwa memang mekanisme secara akuntansi untuk mencatat pendapatan seperti itu," kata Tarkosunaryo ketika dihubungi Tempo, Kamis 25 April 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya terjadi perbedaan pendapat di antara Dewan Komisaris Garuda Indonesia tentang laporan keuangan 2018. Dua komisaris Garuda, Chairal Tanjung dan Dony Oskaria menyatakan keberatan dan tak menandatangani laporan keuangan tersebut.
Keberatan itu berpangkal pada adanya pos pendapatan lain-lain yang dianggap masih berbentuk piutang yang ikut masuk sebagai total pendapatan perseroan. Kedua komisaris tersebut tak sependapat dalam pembukuan tersebut.
Keduanya menilai pencatatan ini bertentangan dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Negara atau PSAK Nomor 23. Menurut mereka, piutang yang muncul dari perjanjian kerja sama antara Garuda dengan PT Mahata Aero Teknologi tersebut seharusnya tak dimasukkan pos pendapatan.
Menurut Tarkosunaryo, dalam dunia akuntansi hal ini lazim dikenal dengan istilah pencatatan akuntansi berbasis akrual. Transaksi-transaksi dicatat pada saat terjadinya transaksi itu, bukan saat uang diterima.
Dalam hal ini, transaksi pendapatan dicatat dalam pembukuan pada saat hak tagih sudah ada karena penjual sudah melakukan kewajiban sesuai kontrak. Pendek kata, piutang bisa masuk dalam pos pendapatan sepanjang norma-norma akrual itu ditetapkan.
Tarko berpendapat dirinya tak bisa memastikan apakah dalam kasus Garuda prinsip tersebut diterapkan. Ia mengatakan perlu lebih dahulu melihat kontrak antara Garuda dengan Mahata.
"Jadi perlu dilihat kembali kontrak antara keduanya. Juga realisasi transaksi sudah sesuai kontrak sehingga dapat melakukan penagihan dan uang dengan jelas kapan akan masuk ke perusahaan," kata Tarko.
Baca berita Garuda lainnya di Tempo.co