Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Ikuti Fit and Proper Test Deputi Gubernur Senior BI, Destry Damayanti: Tantangan BI Masih Sangat Berat

Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti menyebut, tantangan yang akan dihadapi oleh bank sentral ke depan masih akan sangat berat.

3 Juni 2024 | 14.00 WIB

Deputi Gubernur Senior BI periode 2019-2024, Destry Damayanti, ditemui setelah mengikuti fit and proper test sebagai kandidat Deputi Gubernur Senior BI periode 2024-2029 bersama Komisi XI DPR RI di Senayan, Jakarta Pusat pada Senin, 3 Juni 2024. Tempo/Annisa Febiola.
Perbesar
Deputi Gubernur Senior BI periode 2019-2024, Destry Damayanti, ditemui setelah mengikuti fit and proper test sebagai kandidat Deputi Gubernur Senior BI periode 2024-2029 bersama Komisi XI DPR RI di Senayan, Jakarta Pusat pada Senin, 3 Juni 2024. Tempo/Annisa Febiola.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Petahana Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti menyebut, tantangan yang akan dihadapi oleh bank sentral ke depan masih akan sangat berat. Hal ini dia sampaikan ketika mengikuti fit and proper test atau uji kepatutan dan kelayakan sebagai kandidat Deputi Gubernur Senior BI di Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia atau DPR RI di Senayan hari ini Senin, 3 Juni 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Menurut Destry, menjadi BI yang adaptif, inovatif, dan tangkas saja tidak cukup, karena permasalahan yang dihadapi semakin kompleks dan intensitas serta magnitudonya yang tinggi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Menjadi BI yang adaptif, inovatif dan agile saja tidak cukup, dibutuhkan sinergi antara BI dengan pemerintah, otoritas lembaga, industri dan kembaga terkait lainnya," katanya di hadapan Komisi XI DPR. 

Dia menceritakan pengalamannya kala mengikuti uji yang sama lima tahun silam. Ketika itu, Destry menilai tantangan BI ke depan akan sangat berat di tengah kondisi volatility, uncertainty, complexity and ambiguity (VUCA) yang sangat tinggi. 

Destry menjelaskan bahwa volatility menyebabkan perubahan yang sangat dinamis, cepat dan tidak bisa diprediksi. Kemudian, ditambah dengan uncertainty, kondisi saat ini tidak jelas dan masa depan jadi lebih sulit diprediksi. Sementara complexity karena berbagai faktor saling berkaitan setiap saat. Ambiguity terjadi karena kurangnya informasi, sehingga muncul kebingungan dalam membuat suatu kebijakan.

"Ternyata, situasi VUCA ini hingga saat ini bukannya berkurang, namun justru meningkat," tuturnya.

Kondisi ini, kata Destry, dimulai dengan pandemi Covid-19 sejak 2020. Kemudian, disusul dengan tensi geopolitik yang makin memburuk, seperti konflik Rusia-Ukraina, Israel-Palestina. Lalu, diikuti pula dengan perang dagang yang makin memanas antara Amerika Serikat dengan Cina. 

Belum lagi Indonesia menghadapi isu perubahan iklim yang akan mendorong adanya risiko terhadap ekonomi dan biaya transisi. "Belum lagi kita menghadapi situasi high for longer dan fragmentasi ekonomi yang akhirnya bisa mendorong penguatan dolar AS terhadap mata uang kuat lainnya. Ini akan berpotensi mendorong terjadinya outflow dari negara emerging market, termasuk Indonesia."

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus