Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa mengingatkan pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi hati-hati dalam mendorong budidaya tanaman umbi Porang. Sebab, jika produksi berlimpah tanpa diimbangi permintaan, harga Porang bisa jatuh dan merugikan petani.
"Berkali-kali saya sampaikan ke media, hati-hati," kata Andreas saat dihubungi di Jakarta, Minggu, 22 Agustus 2021.
Bagi Andreas, sebuah kebijakan tidak boleh hanya dibuat berdasarkan komoditas yang lagi demam atau booming semata.
Kamis, 19 Agustus 2021, Jokowi datang ke pabrik pengolahan Porang, PT Asian Prima Konjac, di Madiun, Jawa Timur. Di sana, Jokowi menyebut Porang bisa menjadi pengganti beras yang lebih sehat karena kadar gulanya sangat rendah.
"Saya kira ini akan menjadi makanan sehat di masa depan," kata Jokowi dalam keterangan tertulis Kementerian Pertanian (Kementan). pada Kamis, 19 Agustus 2021.
Selain Jokowi, para menteri pembantunya sudah beberapa kali mempromosikan Porang. "Saya berharap semua orang di dunia ini tahu bahwa Porang itu asalnya dari Indonesia," kata Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo di hari yang sama.
Lalu, ada Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy yang menyaksikan langsung panen Porang di Madiun. "Porang ini sangat menjanjikan dan harus kita kawal betul dalam diversifikasi," kata dia pada 17 Juni 2021.
Terakhir ada Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) yang juga Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko. Kala itu, dia menyebut telah menggelar rapat 2 jam dengan Jokowi hanya untuk Porang saja, termasuk sarang burung walet. "Presiden sangat serius ingin budidaya porang dan walet ini," kata Moeldoko.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Andreas mengatakan Indonesia bukan pemasok utama Porang di pasar dunia. Di atas Indonesia, masih ada Cina dan Vietnam, yang umumnya memenuhi kebutuhan konsumen di Jepang. Pasar di Jepang inilah yang dikhawatirkan Andreas karena tidak terlalu besar.
Sedangkan di dalam negeri, permintaan Porang juga tidak tinggi karena belum banyak dikenal.
Jokowi sebelumnya mendorong produksi Porang karena sejalan dengan program diversifikasi pangan. Andreas mendukung segala bentuk diversifikasi pangan yang dilakukan Jokowi. Hanya saja, dia menilai selama ini program tersebut kebanyakan wacana ketimbang dijalankan. "Contoh paling gampang, anggaran untuk diversifikasi, hampir tidak ada," kata dia.
Kalaupun diversifikasi dijalankan, Porang juga bukan satu-satunya. Andreas menyebut sudah banyak tanaman umbi-umbian yang selama ini dikonsumsi masyarakat sebagai bahan pangan utama, seperti sagu. Untuk itulah, Andreas meminta pemerintah tidak terlalu fokus kepada Porang saja sebagai sumber untuk diversifikasi bahan pangan utama.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini