Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 26 tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di laut. Aturan tersebut berisi tentang rangkaian kegiatan pengangkutan, penempatan, penggunaan, dan penjualan, termasuk ekspor hasil sedimentasi di laut berupa pasir laut. Kelak, ekspor pasir laut akan dimanfaatkan untuk reklamasi di dalam negeri, pembangunan infrastruktur pemerintah, dan pembangunan prasarana pelaku usaha.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Duapuluh tahun lalu, pemerintah memutuskan untuk menghentikan ekspor pasir laut lantaran menyebabkan kerusakan ekosistem wilayah pesisir akibat pengerukan yang ugal-ugalan kala itu. Pemberhentian tersebut tertulis dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Menteri Perindustrian dan Perdagangan, Menteri Kelautan, dan Perikanan dan Menteri Negara Lingkungan Hidup dengan SKB Nomor 89/MPP/Kep/2/2002, Nomor SKB.07/MEN/2/2002, dan Nomor 01/MENLH/2/2002 tentang Penghentian Sementara Ekspor Pasir Laut. Namun, kini, ekspor pasir laut dibuka kembali.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setelah pengumuman dibukanya kembali ekspor pasir laut, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menkomarinves), Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan pemerintah akan melarang ekspor gas alam cair. Saat peluncuran Indonesia Carbon Capture and Storage Center (ICCSC) di Jakarta, Luhut menjelaskan bahwa tujuan pelarangan tersebut adalah untuk dapat meningkatkan industri di dalam negeri.
"Kemarin kita melakukan studi, kita bertahun-tahun ekspor LNG, tetapi ternyata sekarang kita butuh. Akhirnya, studi di Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi Kemenko Marves (Deputi 1), kita ndak mau lagi," ujar Luhut pada 30 Mei 2023.
Menurut Luhut, jajarannya telah menyiapkan laporan yang akan disampaikan ke Presiden Jokowi tentang ekspor LNG. Namun, Jokowi harus menekan kontrak ekspor agar tetap berjalan. Dengan begitu, ekspor gas ke depannya disarankan bisa dilarang.
Lebih lanjut, Luhut menegaskan bahwa pemerintah ingin menggunakan pasokan gas alam untuk kebutuhan domestik. Saat ini, kebutuhan Indonesia sedang tinggi untuk memproduksi metanol hingga petrokimia. Bahkan, sampai sekarang, Indonesia masih mengimpor petrokimia. Akibatnya, pemerintah sedang menggalakkan industri petrokimia di Kalimantan Utara (Kaltara).
"Kita perlu gas. Cukup gas kita sendiri dan kita nggak perlu impor lagi," jelas Luhut, sebagaimana diberitakan Antaranews.
Luhut juga berharap bahwa penggunaan gas di dalam negeri dapat menekan harga gas industri yang sekarang berada di angka 6 dolar AS per MMBTU. Seharusnya, angka tersebut bisa ditekan lagi dengan efisiensi di sumur gas. Melihat Indonesia menjadi salah satu negara pengekspor gas alam cair terbesar. Pada 2021, Indonesia menduduki urutan ke delapan dengan volume ekspor gas alam cair sebesar 14,6 miliar meter kubik. Meskipun ekspor pasir laut telah dibuka kembali, tetapi ekspor gas alam perlu ditutup.
Pilihan Editor: Langkah Jokowi Buka Ekspor Pasir Laut Banjir Kritik, Ini Tanggapan Menteri Kelautan dan Perikanan
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.