Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Kenaikan Royalti Minerba Menuai Kritik, Apa Penyebabnya?

Perubahan tarif royalti mineral dan batu bara menuai kritik karena dilakukan di waktu yang tidak tepat.

17 April 2025 | 11.04 WIB

Kapal tongkang memuat batu bara di Sungai Mahakam, Samarinda, Kalimantan Timur, 12 Maret 2025. Antara/M Risyal Hidayat
Perbesar
Kapal tongkang memuat batu bara di Sungai Mahakam, Samarinda, Kalimantan Timur, 12 Maret 2025. Antara/M Risyal Hidayat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Umum Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) Meidy Katrin mengatakan perubahan tarif royalti mineral dan batu bara dilakukan di waktu yang tidak tepat. Sebab, kata Meidy, saat ini harga nikel global sedang mengalami penurunan akibat ketegangan geopolitik dan perang dagang antara Amerika Serikat dan China.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Meidy berpendapat kenaikan tarif royalti di tengah ketidakpastian ekonomi global akan menambah tekanan terhadap industri nikel nasional. Kenaikan royalti tersebut juga berisiko mengurangi daya saing serta kontribusi sektor ini terhadap perekonomian.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Kami berharap pemerintah masih membuka ruang dialog untuk mengevaluasi ulang kebijakan ini secara menyeluruh, termasuk potensi penundaan implementasi atau penerapan secara bertahap guna memitigasi dampak negatif terhadap keberlangsungan industri,” kata Meidy melalui keterangan tertulis, Rabu, 16 April 2025.

Pemerintah mengubah tarif royalti melalui Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2025 tentang Penyesuaian Tarif Royalti Mineral dan Batu Bara (Minerba). Aturan ini ditandatangani oleh Presiden Prabowo Subianto pada 11 April 2025 dan mulai berlaku efektif 15 hari sejak tanggal pengundangan. Untuk nikel, tarif royaltinya naik dalam rentang 4 hingga 9 persen tergantung Harga Mineral Acuan (HMA) per ton.

Menurut Meidy, perubahan tarif royalti tersebut tidak realistis dan progresif. Dia menilai kenaikan royalti bijih nikel dari 10 persen menjadi 14 hingga 19 persen, tidak mempertimbangkan kondisi industri.

“Saat ini biaya operasional melonjak akibat kenaikan harga biosolar B40, kenaikan upah minimum mencapai 6,5 persen, PPN, dan kewajiban DHE ekspor 100 persen selama 12 bulan,” kata Meidy.

Dia mengatakan perubahan royalti juga tidak mempertimbangkan tren harga nikel global yang cenderung turun. Selain itu, kata dia, investasi smelter butuh modal besar dan resiko tinggi dengan biaya pembangunan mencapai US$1,5-2 miliar per smelter.

“Iut belum termasuk biaya reklamasi, PNBP, PPM, dan pajak global (Global Minimum Tax sebesar 15 persen),” katanya.  

Meidy menambahkan, kenaikan tarif royalti akan menekan margin produksi penambang dan smelter secara signifikan. Hal itu juga berpotensi mengurangi penerimaan negara dari royalti produk smelter yang tidak dapat terjual karena harga tidak kompetitif.

Meidy pun khawatir kenaikan royalti berpotensi mengurangi minat investasi di sektor hulu-hilir nikel dan menurunkan daya saing produk nikel Indonesia di pasar global.

“Jika kondisinya seperti itu, maka bisa memicu PHK massal akibat tekanan margin, terutama di sektor hilir yang menyerap ratusan ribu tenaga kerja,” kata Meidy.

Sebelumnya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengatakan kenaikan tarif royalti minerba adalah hal yang wajar di tengah kenaikan harga minerba. “Kami ingin win-win. Pengusahanya baik, negara juga untung,” kata Bahlil.

Dia mengatakan kenaikan royalti minerba bertujuan memaksimalkan pemasukan negara di tengah naiknya harga nikel. Kendati demikian, ujar dia, tidak menutup kemungkinan tarif royalti minerba turun menyesuaikan harga pasar. 

“Artinya begitu harga naik, tarifnya juga naik. Perusahaan dapat untung banyak, negara juga harus dapat banyak,” katanya.

Nandito Putra

Lulus dari jurusan Hukum Tata Negara UIN Imam Bonjol Padang pada 2022. Bergabung dengan Tempo sejak pertengahan 2024. Kini menulis untuk desk hukum dan kriminal. Anggota Aliansi Jurnalis Independen.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus