Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat pasar uang Ariston Tjendra menyebut konflik Iran-Israel yang memanas beberapa waktu lalu menjadi salah satu pemicu melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Ia menilai konflik Timur Tengah ini dikhawatirkan akan bereskalasi menjadi perang yang lebih besar, sehingga dapat mengganggu pasokan barang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Terutama minyak mentah dari kawasan Timur Tengah yang bisa memicu pelambatan ekonomi global," katanya saat dihubungi pada Senin, 22 April 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Menurut dia, konflik yang memicu pelemahan nilai tukar rupiah ini bersifat insidental. Ia berharap agar kondisi tersebut tidak bertahan lama dan bisa mereda.
Faktor lain melemahnya rupiah, ujar Ariston, soal ekspektasi penundaan kebijakan pemangkasan suku bunga acuan Amerika Serikat. Berdasarkan data-data ekonomi Amerika Serikat yang dirilis, menunjukkan bahwa ekonomi negeri Paman Sam itu masih solid. Ariston juga menilai bahwa inflasi di Amerika Serikat masih sulit turun ke target 2 persen.
"Sehingga The Fed merasa tidak perlu terburu-buru memangkas suku bunga acuannya," ucapnya.
Dengan penundaan kebijakan pemangkasan suku bunga acuan itu mendorong penguatan dolar Amerika Serikat terhadap nilai tukar lainnya, termasuk rupiah. Ariston mengatakan, bahwa pemerintah perlu menunjukkan ke pasar atau investor bahwa di tengah melemahnya nilai tukar rupiah, ekonomi Indonesia masih kuat. Dengan keyakinan itu, ia menilai investor tetap tertarik memasukkan modal atau investasinya ke Indonesia.
"Sehingga suplai dolar cukup dan rupiah bisa menguat lagi," ujarnya.
Ia juga mendukung upaya yang dilakukan Bank Indonesia, dengan mengintervensi langsung ke perdagangan, agar pelemahan rupiah ini tidak menjadi liar.
Senada, Pengamat komoditas dan mata uang, Lukman Leong menilai konflik perang menyebabkan investor menghindari aset dan mata uang beresiko. Ia juga mengatakan bahwa penguatan dolar Amerika Serikat ini terjadi karena menurunnya ekspektasi pemangkasan suku bunga oleh The Fed.
Menurut dia, penguatan dolar Amerika Serikat diperkirakan masih bakal berlanjut dalam beberapa bulan ke depan. Karena itu, ia mengungkapkan bahwa Bank Indonesia perlu mengintervensi dan menaikkan suku bunga untuk mencegah depresiasi rupiah.
"Sedangkan kementerian akan menjaga harga dengan operasi pasar dan subsidi," katanya.
Dolar Amerika Serikat sendiri menguat dalam perdagangan akhir pekan, Jumat, 19 April 2024, melanjutkan penguatannya dalam beberapa hari terakhir. Nilai tukar rupiah ditutup melemah 81 poin ke level Rp 16.260 per dolar AS. Pada perdagangan hari sebelumnya, rupiah ditutup pada level Rp 16.179 per dolar AS.