Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Gerindra, Andre Rosiade, mengkritik sejumlah pihak pengelola smelter milik Cina di Indonesia, seperti Morowali dan Konawe, yang acap kali membeli sumber daya alam seperti nikel dengan harga murah. Dia menuding keberadaan smelter-smelter tersebut membuat negara rugi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Smelter milik Cina merugikan negara. SDA (sumber daya alam) nikel kita dibeli dengan harga murah dan Peraturan Menteri ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral) dianggap bungkus kacang goreng karena mereka (investor) tidak pernah mau mengikuti (aturan),” ujar Andre dalam rapat dengar pendapat yang digelar Komisi VI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 29 September 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Andre tidak menerangkan lebih lanjut data harga pembelian nikel oleh smelter Cina yang ia sebut sangat rendah. Adapun harga jual nikel diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri ESDM Nomor 07 Tahun 2017 tentang Tata-Cara Penetapan Harga Patokan Penjualan Mineral, Logam, Batubara.
Lebih lanjut, Andre juga mengkritik sikap pemerintah yang justru kendur terhadap investor Negeri Tirai Bambu. Ia menilai pemerintah memfasilitasi Cina memperoleh harga murah untuk pembelian nikel. “Jadi seekan-akan smelter (asal) Cina untouchable (tidak tersentuh),” ucapnya.
Menurut Andre, perusahaan pelat merah pertambangan yang tergabung dalam grup MIND ID semestinya dapat bekerja sama membangun smelter baru untuk industri hilirisasi. Ia berharap langkah ini optimal untuk pemulihan ekonomi di sektor energi di masa mendatang.
Ia pun meminta pemerintah dan mitranya menggandeng pengusaha nikel lokal. Dengan begitu, pengusaha lokal bakal memperoleh harga terbaik.