Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SELAMA sebulan penuh, kilang minyak Balongan di Jawa Barat berhenti beroperasi pada awal Oktober lalu. Perawatan rutin yang mesti dijalani salah satu kilang andalan PT Pertamina (Persero) ini membuat sang empunya bertambah pekerjaan. "Setiap perawatan rutin, Pertamina terpaksa menambah impor bahan bakar minyak menambal produksi yang terhenti," kata juru bicara Pertamina, Ali Mundakir, Kamis pekan lalu.
Dibangun pada 1994, Balongan menghasilkan beragam produk bernilai andalan Pertamina, seperti Pertamax, Pertamax Plus, Pertadex, dan High Octane Blending Component. Pertamina terus berupaya meningkatkan kapasitas produksinya, dari 100 ribu menjadi 118 barel per hari. Selanjutnya kilang ini ditargetkan bisa berproduksi 125 ribu barel.
Setelah Balongan, tak ada lagi kilang pengolahan bahan bakar minyak dibangun di Indonesia. Padahal tingkat konsumsi di Tanah Air terus meningkat. Saat ini enam kilang yang ada hanya mampu memproduksi 700-800 ribu barel per hari. Sedangkan kebutuhan konsumsi dalam negeri mencapai 1,3 juta barel per hari. Menurut Ali, asumsi pertumbuhan konsumsi BBM meningkat lima persen per tahun. "Ada gap yang semakin besar antara kebutuhan dan produksi," ujarnya.
Itulah sebabnya, sejak tahun lalu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral gencar mendorong pembangunan kilang baru untuk memenuhi kebutuhan BBM hingga 10 tahun mendatang. Ada sejumlah pilihan. Bekas Direktur Jenderal Minyak dan Gas Evita Legowo mengatakan pemerintah akan mendanai pembangunan kilang itu melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebesar Rp 90 triliun. Anggota Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat, Ismayatun, mengatakan DPR telah menyetujui rencana itu.
Direktur Jenderal Migas Kementerian Energi Edy Hermantoro menambahkan, Pertamina tengah melakukan studi kelayakan dan pemilihan lokasi yang tepat. Arun (Aceh), Serang (Banten), Balongan (Jawa Barat), Tuban (Jawa Timur), Plaju (Sumatera Selatan), dan Bontang (Kalimantan Timur) merupakan beberapa tempat yang dikaji. Namun, dari hasil studi awal, Plaju dinilai kurang tepat karena adanya potensi sedimentasi dari laut. Pertamina sendiri, menurut sumber Tempo, condong membangun di Jawa. "Sebab, pengguna BBM terbesar tetap di Jawa," katanya.
Pasokan minyak mentah untuk kilang baru ini akan mengandalkan impor dari Irak. "Mereka sudah sepakat memasok setidaknya 300 ribu barel per hari," ujar anggota Tim Percepatan Pembangunan Kilang, I G.N. Wiratmaja Puja. Berdasarkan rencana jangka panjang, tahun depan studi akan dilanjutkan ke basic engineering design dan front and engineering design pada 2015. Lalu penetapan engineering procurement construction dan pembangunan. "Berdasarkan rencana, kilang ini akan beroperasi pada 2021," ucapnya.
Kilang lain akan dibangun Pertamina dengan menggandeng perusahaan asing, yakni Kuwait Petroleum Corporation dan Saudi Aramco. Kuwait Petroleum Corporation digandeng untuk membangun kilang di Bontang dan Saudi Aramco di Tuban. Pasokan untuk dua kilang ini juga sebagian berasal dari negara asal investor. Pertamina telah mengirim hasil studi kelayakan untuk kerja sama dengan Kuwait Petroleum ke Kementerian Keuangan. Studi kelayakan dengan Saudi Aramco akan disusulkan-baru akan selesai akhir tahun ini.
Hasil studi itu, menurut Ali Mundakir, menyebutkan investor selayaknya mendapatkan duty free dan pembebasan pajak korporasi selama 10 tahun pertama karena investasinya besar, sementara margin labanya terbilang kecil. Bila proyek ini disepakati, setidaknya pada 2019, dua kilang baru ini bisa beroperasi. Namun, kata Ali, Kementerian Keuangan belum meluluskan permintaan itu karena tersandera aturan perundangan.
Menteri Keuangan Chatib Basri sempat menyebut adanya ketidaksepahaman dengan rencana pembangunan itu. "Ini menyangkut uang. Kalau gratis, ya, tinggal bikin saja," ujarnya. Dia juga menekankan proyek ini tak sekadar memproduksi BBM 300 ribu barel per hari, "Tapi fiskalnya bagaimana."
Wakil Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan skema pembiayaan pembangunan kilang lewat APBN harus menunggu studi kelayakan lebih dulu. Belakangan, Kementerian Keuangan justru mempertimbangkan rencana pembangunan kilang lewat skema kerja sama pemerintah swasta dengan insentif tax holiday dan kepastian tempat. Pertamina didapuk sebagai lembaga pelaksana kontrak.
Menteri Perindustrian M.S. Hidayat sepakat bahwa pembangunan kilang sebaiknya tidak menggunakan APBN. Dia menilai kerja sama dengan investor asing jauh lebih menguntungkan. "Mungkin mereka minta lebih dari aturan yang ada," ucapnya. Tapi Indonesia akan diuntungkan karena kilang ini juga akan membangkitkan industri hilir, khususnya di sektor petrokimia. "Akan ada industri baru."
Yang penting, kata Menteri Energi Jero Wacik, kilang cepat dibangun. "Skemanya ada di Menteri Keuangan. Kalau saya prinsipnya segera bangun kilang," ujarnya. "Silakan saja dananya dari APBN atau swasta."
Direktur Eksekutif Indonesia Resources Studies Marwan Batubara mengatakan lambatnya penambahan kilang di Indonesia tak lepas dari pengaruh mafia minyak yang selama ini diuntungkan dari aktivitas impor BBM. Menurut dia, pemerintah semestinya mencontoh India, yang membangun kilang berkapasitas 1,1 juta barel per tahun dalam tiga tahun. "Proyek itu bahkan dibiayai perusahaan lokal."
Amandra Mustika Megarani, Maria Yuniar, Ananda Theresia, Galvan Yudistira
Neraca Minyak dan BBM Indonesia (kl)
2008 | 2009 | 2010 | 2011 | 2012 | |
Konsumsi | 65.876.123 | 64.352.698 | 63.721.753 | 69.378.355 | 71.752.097 |
Produksi | 41.260.840 | 41.195.569 | 37.704.334 | 31.146.754 | 33.587.744 |
Impor | 24.615.288 | 22.157.130 | 26.017.419 | 38.231.601 | 38.587.744 |
Kapasitas Kilang Pertamina
Lokasi | Dibangun | Produksi (bhp) |
Dumai, Riau | 1969 | 170.000 |
Plaju, Sumatera Selatan | 1904 | 118.000 |
Cilacap, Jawa Tengah | 1976 | 348.000 |
Balongan, Jawa Barat | 1994 | 125.000 |
Kasim, Papua | 1997 | 10.000 |
Balikpapan, Kalimantan Timur | 1922 | 260.000 |
Total kapasitas | 1.021.000 | |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo