Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif bercerita bahwa Indonesia yang memiliki target capaian transisi energi 23 persen pada 2025. Namun, hingga sekarang dua tahun lagi menuju 2025, target tersebut masih sangat jauh untuk dicapai.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Apa yang kami capai sekarang masih jauh, masih kurang lebih 60 persen dari target pada waktunya tinggal dua tahun lagi,” ujar Arifin dalam acara Seminar Nasional Outlook Perekonomian Indonesia 2024 yang disiarkan langsung di akun YouTube Kementerian Perekonomian pada Jumat, 22 Desember 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Arifin menjelaskan penyebabnya adalah salah satunya karena pandemi Covid-19, di mana penyiapan infrastrukturnya terganggu. Infrastruktur ini, sudah diprogramkan, seperti harus membangun jaringan transmisi yang dapat mengakses energi baru terbarukan yang sumbernya cukup banyak di Indonesia.
Selain itu, kata dia, harus memperbaiki regulasi dan kebijakan untuk menarik investasi. “Kami harus meng-create demand. Bagaimana demand listrik yang baru yang tumbuh cukup signifikan ke depan itu semuanya diisi oleh energi bersih terbarukan,” tutur Arifin.
Sebelumnya, transisi energi di Indonesia mendapatkan kritik dari Direktur Eksekutif Yayasan Pikul Indonesia Torry Kuswardono. Dia mengatakan transisi energi yang berkeadilan sangat penting diterapkan. Khususnya dalam upaya menurunkan emisi gas rumah kaca berdasarkan dokumen Enhanced Nationally Determined Contribution (ENDC) yang targetnya mencapai 31,89 persen. Namun, praktik transisi energi di Indonesia tidak searah dengan semangat tersebut.
Menurut Torry, pemahaman dan penerapan prinsip adil dalam proses transisi energi pemerintah Indonesia saat ini melenceng dari pemahaman yang seharusnya. “Transisi energi saat ini salah logika. Sebab transisi energi tetap menggunakan logika pertumbuhan ekonomi yang (tetap) mengandalkan eksploitasi,” ujar dia lewat keterangan tertulis pada Rabu, 5 April 2023 lalu.
Langkah mitigasi krisis iklim dalam transisi energi, kata dia, prosesnya harus berkeadilan dan menjamin integrasi ekosistem, lingkungan, dan integritas sosial. Torry menjelaskan transisi energi tidak hanya berpatokan pada target penurunan emisi semata. Namun, harus mempertimbangkan siklus menyeluruh sektor energi dan melihat kemampuan adaptasi daerah yang mengalami transisi energi dari berbagai faktor, serta bagaimana dampaknya.
Mitigasi energi yang tidak mempertimbangkan kemampuan adaptasi lingkungan, ke depannya akan memunculkan masalah baru. “Misalnya kebijakan kendaraan listrik. Perlu dilakukan asesmen, bagaimana dampak pertambangan nikel bagi masyarakat sekitarnya, jangan sampai ada pihak-pihak yang dirugikan dalam bertransisi dan berujung pada ketidakadilan,“ tutur Torry.
Torry menegaskan bahwa transisi energi yang berkeadilan yang didorong pemerintah, masih belum jelas di mana letak keadilannya. “Seperti apa prinsip-prinsip keadilan itu diterapkan? Prinsip keadilan ini perlu didefinisikan ulang,” kata dia.