Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Merugi, BUMN Dok Kodja Belum Selesaikan 2 Proyek Kementerian

Bekas Komut PT Dok Kodja Bahari mengungkap penyebab BUMN sektor galangan kapal itu kerap merugi.

13 Desember 2019 | 10.21 WIB

Merugi, BUMN Dok Kodja Belum Selesaikan 2 Proyek Kementerian
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Bekas Komisaris Utama PT Dok Kodja Bahari Desi Albert Mamahit mengungkap salah satu penyebab Badan Usaha Milik Negara sektor galangan kapal itu kerap merugi. Menurut dia, kerugian BUMN ini karena perseroan kerap tak menyelesaikan pekerjaan dengan baik.

"Banyak pekerjaan belum selesai, akibatnya customer meragukan," ujar Mamahit kala berbincang dengan Tempo di Jakarta, Rabu malam, 11 Desember 2019. Pekerjaan yang tak kunjung selesai itu pun, tuturnya, ada yang termasuk kepada proyek nasional.

Berdasarkan dokumen yang diterima Tempo, proyek mangkrak itu antara lain pembuatan dua Kapal Angkut Tank pesanan Kementarian Pertahanan (Kemenhan). Kapal itu senilai masing-masing Rp 159,5 miliar atau totalnya Rp 319 miliar. Kapal tersebut mulai dikerjakan pada 2011 namun tertunda penyelesaiannya hingga saat ini. Seharusnya, pekerjaan itu bisa diselesaikan dalam 18 bulan. 

Dalam dokumen yang sama, disebutkan bahwa PT DKB telah mengajukan addendum perpanjangan hingga sepuluh kali, namun pekerjaan itu belum juga selesai. Terakhir, BUMN itu meminta lagi perpanjangan kepada Kemenhan hingga Maret 2020, namun belum disetujui.

Selain kapal pesanan Kemenhan, tiga unit kapal perintis pesanan Kementerian Perhubungan untuk program Tol Laut juga masih mangkrak alias belum selesai. Kapal ini dikerjakan PT DKB dan KSO dengan PT Krakatau Shipyard. 

Dari tiga unit kapal pesanan Kemenhub itu, sebanyak dua unit sebesar 2.000 GRT dengan nilai Rp 73 miliar per unit. Sementara satu unit kapal kontainer 100 Teus senilai Rp 113 miliar.

Pekerjaan lain yang juga belum kelar adalah proyek nasional satu unit Kapal Perintis 750 GRT, yang juga pesanan Kemenhub. Pekerjaan senilai Rp 32 miliar ini dikerjakan langsung oleh DKB. Pembuatan kapal itu sudah mulai sejak 2015 dan sampai saat ini belum selesai.

Menurut Mamahit, mangkraknya sejumlah proyek itu disebabkan oleh perencanaan dan penyelesaian yang kurang baik di internal perusahaan. "Uang ada, manpower ada, tapi perencanaan dan penyelesaiannya kurang baik," tutur dia.

Padahal, di bisnis galangan, proyek pembangunan kapal adalah sumber keuntungan perseroan. Artinya semestinya semakin banyak pembuatan kapal anyar akan semakin menguntungkan. Adapun perbaikan kapal, menurutnya, lebih berfungsi kepada memperlancar arus kas perusahaan saja.

"Perusahaan sering wanprestasi sehingga dapat proyek malah rugi. Kenapa, karena janji selesai satu bulan ini malah tiga bulan, jadi ada permintaan ganti rugi," tutur Mamahit.

Berdasarkan laporan keuangan di laman resmi DKB, pendapatan BUMN ini pada periode 2010-2014 cenderung fluktuatif. Pada 2014, pendapatan tercatat sebesar Rp 558,14 miliar. Sementara, rugi bersih perusahaan mencapai Rp 175,9 miliar. Kala itu, total aset adalah Rp 1,32 triliun.

PT Dok Kodja Bahari menjadi salah satu dari tujuh BUMN yang disoroti Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati lantaran tetap mengalami kerugian pada 2018. Padahal perseroan telah menerima suntikan Penyertaan Modal Negara alias PMN.

"Kerugian terjadi pada tujuh BUMN, yaitu PT Dok Kodja Bahari, PT Sang Hyang Seri, PT PAL, PT Dirgantara Indonesia, PT Pertani, Perum Bulog, dan PTKrakatau Steel," ujar Sri Mulyani dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin, 2 Desember 2019. Kala itu, ia mengatakan PT Dok Kodja Bahari mengalami rugi akibat beban administrasi dan umum yang terlalu tinggi, yaitu 58 persen dari pendapatan.

 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus