Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Pengusaha Ungkap Alasan Pilih Ekspor Batu Bara Besar-besaran dan Bayar Denda

Pengusaha batu bara tergoda oleh mekanisme pasar dan iming-iming keuntungan yang lebih besar.

24 Agustus 2022 | 13.15 WIB

Foto udara kapal tongkang bermuatan batu bara melintasi aliran Sungai Batanghari di Jambi, Selasa 8 Maret 2022. Pemerintah Daerah setempat kembali mewacanakan pemaksimalan Sungai Batanghari sebagai alternatif pengangkutan batu bara guna mengurai kepadatan angkutan hasil tambang di jalur darat provinsi itu, tapi terkendala laju pendangkalan di sejumlah titik. ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan
Perbesar
Foto udara kapal tongkang bermuatan batu bara melintasi aliran Sungai Batanghari di Jambi, Selasa 8 Maret 2022. Pemerintah Daerah setempat kembali mewacanakan pemaksimalan Sungai Batanghari sebagai alternatif pengangkutan batu bara guna mengurai kepadatan angkutan hasil tambang di jalur darat provinsi itu, tapi terkendala laju pendangkalan di sejumlah titik. ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Sekertaris Jenderal Asosiasi Pemasok Energi dan Batubara Indonesia (Aspebindo) Bhirawa Wicaksana mengungkapkan alasan para pengusaha batu bara lebih memilih ekspor komoditas secara besar-besaran, meski dikenakan denda. Denda itu harus dibayar lantaran pengusaha tidak memenuhi kewajiban memenuhi pasokan dalam negeri (domestic market obligation/DMO).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Menurut Bhirawa, pengusaha tergoda oleh mekanisme pasar dan iming-iming keuntungan yang lebih besar. "Simpelnya daripada harus setor ke PLN, mendingan keluar, tinggal bayar penalti aja kok, dan penaltinya ternyata oke, penaltinya masih bisa kita bayar selisihnya, masih bisa ke-cover dengan harga yang tinggi," kata dia dalam diskusi BLU DMO Batu Bara di Jakarta, Rabu, 24 Agustus 2022.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pengusaha melihat ada ceruk dari disparitas harga antara yang ditentukan pemerintah dalam DMO dan pasar internasional. Selain itu, terjadi ketimpangan besaran denda atau penalti dengan harga pasar yang tinggi.

Disparitas harga batu bara yang dibeli PLN dengan harga pasaran di internasional, menurut Bhirawa, terus melebar sejak pertengahan 2021. Dia menghitung selisih pendapatan antara ekspor batu bara dengan kalori 4.600 dan penujualan ke PLN sebesar Rp 190 miliar untuk setiap satu kapal vessel berkapasitas 70 metrik ton.  

"Selisihnya penjualannya kan satu kapal, jadi tinggi sekali. Luar biasa tinggi. Yang jadi masalah, skema-skema yang digunakan pemerintah untuk mempertahankan pasokan itu di sini gagal. Kenapa ada dua masalah, pertama disparitas harga tinggi, kedua ketimpangan besaran penalti," ucap dia.

Besaran penalti atau denda itu dihitung berdasarkan skema penambang yang berkontrak dengan PLN. Pengusaha akan terkena pinalti berupa sebesar harga pasar ekspor saat ini US $400 dikurangi harga batu bara dengan patokan HBA US$70. Untuk batu bara kalori 4.600, besaran dendanya adalah US$ 188 per ton.

Sementara itu, penambang yang tidak berkontrak dengan PLN, walaupuan spesifikasi batu baranya dibutuhkan oleh PLN, hanya dikenakan penalti berupa kompensasi. Untuk batu bara kalori 4.600, besaran kompensasinya hanya US $18 per ton.

"Dari dulu supply batu bara di PLN itu selalu jadi masalah dan pemerintah berulang kali ganti-ganti skema. Dari sebelum DMO ada skema lainnya, kemudian DMO diterapkan, DMO US$ 70 keluar, DMO US$ 90 keluar. Artinya, formulasi pasokan batu bara ini enggak selesai-selesai," kata dia.

Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebutkan ada 71 perusahaan yang belum melaksanakan pemenuhan wajib pasok batu bara untuk kebutuhan dalam negeri atau DMO kepada PLN. Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan dari 123 perusahaan yang wajib menyetorkan batu bara tersebut hanya 52 perusahaan saja yang memenuhi kewajiban DMO.

"Penugasan batu bara pada pemegang IUP, IUPK, PKP2B untuk PLN telah diterbitkan surat penugasan kepada 123 badan usaha pertambangan dengan total volume penugasan sebesar 18,89 juta ton. Sampai Juli, realisasinya sebesar 8 juta ton yang berasal dari 52 perusahaan," ujar Menteri Arifin Tasrif dalam rapat kerja bersama Komisi VII DPR RI di Jakarta, Selasa 9 Agustus 2022.

Menteri Arifin menegaskan pemerintah akan segera memblokir fitur ekspor dalam aplikasi Minerba Online Monitoring System (MOMS) bagi perusahaan pertambangan batu bara yang tidak memberikan penjelasan terkait kendala penugasan DMO tersebut.

"Kementerian ESDM terus memantau komitmen 71 badan usaha yang belum atau tidak melaksanakan penugasan dengan memberikan sanksi terhadap badan usaha yang tidak melaksanakan penugasan tanpa ada keterangan yang jelas," ucapnya.

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus