Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Mau bersusah payah dan berani rugi jadi prinsip yang dipegang Ahmad Fayumi, peternak telur bebek dan juga pendiri kelompok usaha kecil menengah (UKM) Abinisa Kampung Legon, Desa Sujung, Kecamatan Tirtayasa, Kabupaten Serang, Banten. Pria berusia 45 tahun itu mulai fokus beternak telur bebek sejak 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saat itu ia sering mendengar cerita sesama peternak telur bebek yang mengeluhkan nasib mereka yang tidak berubah. “Mereka selalu mengeluh kenapa peternak kehidupannya kurang terus, enggak pernah berkecukupan,” tutur Ahmad saat dihubungi pada Rabu, 31 Mei 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Awal 2020 Ahmad coba untuk membentuk kelompok peternak telur bebek di kampungnya. Ada belasan orang yang bergabung saat itu. Ia juga mulai melirik pinjaman KUR yang ditawarkan BRI setempat. Siapa sangka, tak lama dari terbentuknya kelompok dan dapat pinjaman, pandemi melanda. Bisnis yang baru dirintis itu jadi terseok.
Telur-telur bebek yang semestinya harus dikirim ke beberapa wilayah tertahan karena adanya pembatasan. "Pernah pas sudah di jalan, mau masuk tol disuruh putar balik. Telur yang mau dikirim pun akhirnya harus dibuang karena busuk," kata Ahmad. Ia enggan menyebut berapa kerugian yang pernah didapat saat itu.
Menurut Ahmad, kendala yang dihadapi sudah sepaket sebagai konsekuensi dari usaha yang sedang dirintis. Ahmad ingin membuktikan kepada banyak orang di kampungnya yang sering mengeluh hidup sudah, namun begitu diajak gabung usaha bersama juga enggan. "Selalu ada yang tanya bisa untung berapa? Dapat duit berapa? Ya kita harus usaha dulu," tutur Ahmad.
Walau belum mengantongi keuntungan yang sangat besar, Ahmad bersyukur UKM Abinisa yang ia bentuk bersama istrinya kini perlahan sudah mulai berkembang. Telur hasil ternak tak hanya dijual apa adanya.
Mereka berinovasi mengolah telur bebek jadi beberapa produk yang bisa punya nilai ekonomi lebih tinggi seperti dibuat aneka telur asin, dibuat tepung, terakhir dibuat penganan egg roll yang saat ini semua produksi itu ditangani 12 orang perempuan yang berasal dari desa yang sama.
Baik Ahmad dan istrinya bersyukur UKM Abinisa bisa menyediakan lapangan pekerjaan bagi beberapa warga terutama para perempuan. "Ada ibu rumah tangga, janda, anak yang putus sekolah, bisa ikut berdaya daripada sebelumnya hanya berkumpul mengobrol," beber Ahmad.
Sebelum dapat bantuan modal dari BRI, Ahmad sering menolak pesanan dalam jumlah besar karena tak cukup modal. Saat itu ia sempat menyayangkan kemampuan mofal hang terbatas padahal potensi pasar dari berjualan telur bebek ini besar.
"Jadi terbantu saat dapat pinjaman modal," tutur Ahmad. Ia mendapat pinjaman modal awal saat itu Rp 60 juta dengan tenor 1 tahun dan dikelola bersama oleh 12 orang. "Sengaja enggak ambil tenor panjang."
Ahmad menerapkan sistem pembayaran dengan telur. Misal, dalam sehari seorang peternak bisa menghasilkan 100 butir telur, maka 50 butir dibayarkan sebagai cicilan pinjaman. Lalu, 50 butir sisanya bisa digunakan peternak untuk memenuhi kebutuhan harian. "Nanti 50 butir telur itu diuangkan tunai, cicilan seperti ini untuk meringankan para peternak," kata Ahmad.
Selain dapat bantuan permodalan, klaster usaha telur asin Abinisa ini juga beberapa kali dapat kesempatan pelatihan mengembangkan usaha termasuk pelatihan mengemas dan memasarkan produk.
Ahmad kini sedang mencoba untuk memasarkan produknya secara daring lantaran sampai saat ini produk-produknya masih dijual dengan cara konvensional. "Masih disiapkan agar bisa dijual lewat web," kata dia.
Belum lama ini beberapa produknya juga sedang diupayakan bisa masuk untuk ikut dijual sebagai bagian dari oleh-oleh khas yang bisa dibeli di area bandara Soekarno Hatta. "Masih proses pengecekan dan pengajuan proposal. Semoga bisa lolos," kata Ahmad.