Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta – Perusahaan tambang batu bara, PT Bukit Asam Tbk, menyiapkan transformasi bisnis di bidang energi baru terbarukan (EBT), yakni pengembangan energi panel surya. Perubahan model bisnis diperlukan karena komoditas batu bara diperkirakan habis dalam 65 tahun mendatang atau pada 2085.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Kita sudah punya persiapan untuk mengembangkan pembangkit listrik dari surya. Ini akan dilakukan di lahan pasca-tambang di Tanjung Enim dan Ombilin,” ujar Direktur Utama Bukit Asam Arviyan Arifin dalam diskusi Tempo Energy Day pada Rabu, 21 Oktober 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Arviyan memprediksi potensi energi yang dihasilkan dari lahan bekas tambang di Ombilin bisa mencapai 1.000 megawatt. Sedangkan panel surya yang ditempatkan di lahan bekas tambang Tanjung Enim bisa menghasilkan energi sebesar 5.000 megawatt.
Untuk mengembangkan energi panel surya, Arviyan mengatakan, perseroan memang membutuhkan lahan yang luas. Sebelum merealisasikan pengembangan energi surya di dua lokasi eks lahan tambang, emiten ini sudah memulai membangun panel di kawasan bandara.
“Kita sudah mulai kerja sama dengan PT Angkasa Pura II (Persero) membangun panel surya di Cengkareng (Bandara Internasional Soekarno-Hatta),” ujarnya.
Perseroan juga menjalin kesepakatan dengan PT Jasa Marga (Persero) untuk memanfaatkan areal tanah di tepi jalan tol sebagai lokasi bangunan panel surya. “Kami juga memanfaatkan Danau Toba untuk dibangun tenaga surya,” ucapnya.
Arviyan menargetkan transformasi ini akan tercapai dalam lima tahun mendatang. Ia optimistis terhadap pengembangan EBT karena pertumbuhannya dalam 40 tahun terakhir mencapai hampir 12 persen. Sementara itu, pertumbuhan di kelompok batu bara hanya 0,3 persen. Menilik data itu, ia berpendapat, perusahaan tak bisa terus-menerus bergantung pada sumber energi batu bara.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA