Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Mata uang rupiah melemah 35 poin dalam penutupan perdagangan hari ini Kamis, 25 Juli 2024. Nilai tukar rupiah ditutup pada level Rp16.250 per dolar AS. Pada penutupan perdagangan Rabu kemarin, kurs rupiah terhadap dolar AS tercatat di level Rp16.215.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Direktur Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi, mengatakan fokus makro ekonomi pekan ini merujuk pada dua data. Pertama, soal Produk Domestik Bruto (PDB) Amerika Serikat kuartal II yang akan rilis pada Kamis. Kedua, Indeks Harga Pengeluaran Konsumsi Pribadi yang dirilis pada Jumat untuk mengukur inflasi AS.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Ibrahim menuturkan, The Fed juga akan mengadakan pertemuan pada hari yang sama. Perkiraan pemangkasan suku bunga pada bulan ini terbilang kecil. Namun, peluang The Fed melakukan pivot pada September akan lebih kuat. "Mengingat penurunan inflasi selama berbulan-bulan dan pertumbuhan yang lebih lambat."
Di samping itu, pasar Cina mengalami penurunan tajam karena serangkaian data ekonomi yang lemah. Perekonomian Cina tumbuh kurang dari yang diperkirakan pada kuartal II, sehingga melemahkan sentimen terhadap negara tirai bambu. "Pemotongan suku bunga yang tiba-tiba di negara ini juga tidak banyak memperbaiki sentimen," kata Ibrahim.
Ibrahim juga mengingatkan agar pemerintahan baru Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming (Prabowo-Gibran) berhati-hati karena harus menghadapi utang jatuh tempo yang diwariskan pemerintahan Joko Widodo. Warisan utang lima tahun ke depan hingga 2029 tembus Rp 3.748,2 triliun.
Bersamaan dengan itu, janji kampanye Prabowo-Gibran juga banyak dan butuh anggaran jumbo. "Pemerintahan baru memiliki janji yang luar biasa banyak."
Profil jatuh tempo utang pemerintah yang terdiri dari Surat Berharga Negara (SBN) mencapai total Rp 3.245,3 triliun untuk periode 2025 hingga 2029. Sementara jatuh tempo pinjaman pada periode yang sama akan mencapai Rp 502,9 triliun. Secara total, maka jumlahnya menjadi Rp 3.748,2 triliun.
"Pemerintah selanjutnya harus lebih berhati-hati. Karena ketika pemerintah berutang untuk menutup defisit, ada imbal hasil atau bunga yang perlu dibayar. Nominal di atas pun belum termasuk pembayaran bunga utang pemerintah," tuturnya.
Ibrahim menjelaskan bahwa kondisi utang pemerintah saat ini memang masih dalam batas aman, sebesar 60 persen terhadap PDB dan defisit maksimal 3 persen dari PDB. Kementerian Keuangan mencatat posisi utang pemerintah mencapai Rp 8.353,02 triliun hingga akhir Mei 2024. Dengan jumlah utang tersebut, rasio utang pemerintah per akhir Mei 2024 tercatat mencapai 38,71 persen terhadap PDB.
Kondisi tersebut berada dalam posisi yang tidak aman bila mengacu pada standar Dana Moneter Internasional (IMF). IMF menetapkan perbandingan utang pemerintah dengan pendapatan berada di rentang 90 hingga 150 persen. "Nyatanya, rasio utang pemerintah terhadap pendapatan telah mencapai 300 persen per 31 Mei 2024, naik dari posisi 292,6 persen pada akhir Desember 2024."
Pilihan Editor: BPOM Beberkan Syarat Agar Roti Okko Bisa Kembali Dipasarkan