Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Serikat Petani Indonesia Keberatan dengan HPP Gabah Rp 5.000 per Kilogram: Petani Masih Merugi

Serikat Petani Indonesia (SPI) menanggapi soal HPP beras yang telah ditetapkan oleh Bapanas pada 15 Maret 2023.

16 Maret 2023 | 19.31 WIB

Aktivitas bongkar muat beras di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta, Rabu, 22 Februari 2023. Badan Pusat Statistik mencatat 147 kabupaten atau kota di Indonesia harus mengalami kenaikan harga beras pada minggu ketiga Februari 2023. Tempo/Tony Hartawan
Perbesar
Aktivitas bongkar muat beras di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta, Rabu, 22 Februari 2023. Badan Pusat Statistik mencatat 147 kabupaten atau kota di Indonesia harus mengalami kenaikan harga beras pada minggu ketiga Februari 2023. Tempo/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Serikat Petani Indonesia (SPI) menanggapi soal harga pembelian pemerintah (HPP) beras yang telah ditetapkan oleh Badan Pangan Nasional atau Bapanas pada 15 Maret 2023. HPP gabah adalah harga acuan untuk Perum Bulog dalam menyerap hasil produksi petani.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Ketua Umum SPI Henry Saragih menyatakan keberatan dengan HPP gabah kering panen (GKP) Rp 5.000 per kilogram. "Kenaikan HPP ini merugikan petani dan konsumen, untung besar untuk korporasi besar penggilingan beras," ujar Henry dalam keterangannya pada Tempo, Kamis, 16 Maret 2023. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Adapun SPI mengusulkan HPP di angka Rp 5.600 per kilogram. Pasalnya, kata dia, harga pokok produksi kini mencapai Rp 5.050. Karena itu, HPP Rp 5.000 masih di bawah biaya produksi sehingga petani masih merugi. 

Di sisi lain, SPI menilai penetapan harga eceran tertinggi (HET) sangat lebar jaraknya dengan HPP. Adapun HET di zona 1 untuk beras premium sebesar Rp 13.900. Sedangkan beras medium Rp 10.900, dan di Bulog Rp 9.950. 

Menurut Henry, selisih antara HPP GKP di petani dengan harga beras di Bulog sangat besar, apalagi dengan HET medium dan premium. Henry juga menekankan, seharusnya pemerintah juga mengeluarkan HPP yang multi lokasi, bukan HPP tunggal. 

Selanjutnya: Tentunya kalau mau HET....

"Tentunya kalau mau HET ada premium dan medium, gabah yang dibeli di petani juga harus ada grade harga," ucap Henry. Sebab, ia menilai HET dengan tingkat medium dan premium ini menjadi kesempatan bagi perusahaan besar untuk membeli gabah dengan harga murah. Perusahaan kemudian dapat mengolahnya lalu menjualnya dengan harga yang mahal. 

Karena itu, jika kebijakan HPP ini ditetapkan, menurut Henry, maka kerugian masih akan menimpa petani. Sedangkan korporasi besar penggilingan beras akan sangat diuntungkan. Di sisi lain, konsumen mendapatkan harga beras yang tinggi dan mahal, tutupnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, pemerintah sudah mengumumkan HPP untuk GKP di tingkat petani menjadi Rp 5.000 per kilogram dari HPP semula sebesar Rp 4.200 per kilogram. Bapanas juga menetapkan harga gabah kering giling (GKG) di penggilingan Rp 6.200 per kilogram. Sedangkan HPP GKG di gudang Perum Bulog sebesar Rp 6.300 per kilogram. 

Kenaikan ini diumumkan oleh Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi usai rapat terbatas yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo alias Jokowi. Ia menuturkan Jokowi telah memintanya untuk segera mengumumkan besaran HPP beras ini. Kendati demikian, undang-undang ihwal HPP baru tersebut masih dalam proses penyusunan dan akan segera diterbitkan. 

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini

Riani Sanusi Putri

Lulusan Antropologi Sosial Universitas Indonesia. Menekuni isu-isu pangan, industri, lingkungan, dan energi di desk ekonomi bisnis Tempo. Menjadi fellow Pulitzer Center Reinforest Journalism Fund Southeast Asia sejak 2023.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus