Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Setelah Bebas Sic, Apa ya ?

Lembaga SIC dihapuskan. Kopkamtib menilai stabilitas nasional sudah mantap, kesadaran pers nasional semakin tinggi. Pembinaan pers hanya dilakukan oleh Departemen Penerangan.

14 Mei 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DAPATKAH pers terbit hanya dengan SIT (Surat Izin Terbit), tanpa SIC (Surat Izin Cetak)? Praktis tidak, kecuali kalau para pers itu dapat berubah ujud dalam bentuk rekaman kaset atau media "non-cetak" lainnya. Dulu banyak terjadi: sebuah penerbitan berhenti bernafas karena SIC, yang dikeluarkan oleh Laksusda, dicabut. Padahal koran itu masih sah memiliki SIT, yang dikeluarkan oleh Departemen Penerangan. Itulah sebabnya setelah pemilu ini pers tampak berseri muka ketika mendengar bahwa Kas Kopkamtib Sudomo sudah menghapuskan lembaga SIC ter5ebut. Dalam telegram kepada semua Laksusda di seluruh Indonesia 3 Mei yang lalu, Kopkamtib mengemukakan 3 alasan peniadaan SIC: adanya stabilitas nasional yang mantap dan dinamis, kesadaran pers nasional semakin meningkat, dan pembinaan pers secara fungsionil hanya akan dilakukan oleh Departemen Penerangan. Jauh sebelum pemilu Kas Kopkamtib sudah mencanangkan niat pemerintah untuk menghapuskan lembaga SIC' setelah pemilu. Rupanya Sudomo memenuhi betul janjinya. Menurut Sudomo lembaga SIC timbul akibat peristiwa G 30 S PKI. Pihak keamanan merasa perlu menjaga agar pers tidak diselusupi. Juga peristiwa 15 Januari menyebabkan masih dipertahankannya SIC. Itulah sebabnya dalam pertimbangan Sudomo untuk nenghpuskan lembaga SIC di atas disebut alasan keamanan. Undang-Undang Pokok Pers 1966 sendiri tak ada mengatur soal SIC. Yang disebut Itana SIT. Walaupun begitu SIT tak akan ada artinya bila tak ada SIC. Karena itu seperti dikatakan Harmoko, Ketua Pelaksana PWI Pusat kepada TEMPO: "Dengan adanya SIC kita tak bisa sembarangan pindah percetakan". Dan pekan lalu Djamal Ali SH, Ketua Serikat Penerbit Suratkabar (SPS) menambahkan bahwa tiadanya SIC akan memungkunkan perbaikan pers daerah. Bila di daerah tersehut belum ada rasilitas percetakan modern, maka pers tersebut dapat mencetak ke kota-kota besar terdekat, tanpa disibukkan dengan urusan izin lagi. Sudah Mantap Pengaruh lain dar hapusnya SIC "bersifat psikis: satu jalur izin sudah tak ada", kata orang SPS yang saat itu sibuk mengurus keberangkatanya ke Tokyo untuk Kongres Federasi Penerbit Pers Internasional ke XXX. Selama ini keberatan SPS akan SIC adalah adanya dua badan yang membina pers, yang merupakan "penambahan beban bagi penerbitan pers", lanjut Djarnal. Karena itu dalam sidang pleno, 12 sampai 15 Januari yang lalu SPS Pusat menyatakan kegembiraan atas keterangan Sudomo sebelumnya bahwa SIC akan ditiadakan. Waktu itu SPS mengusulkan 3 Mei sebagai tanggal dimulainya penghapusan campur tangan badan di luar Departemen Penerangan tersebut. Pada umumnya kalangan pers menilai peniadaan SIC sebagai satu langkah maju bagi perkembangan pers nasional. "Kopkamtib sendiri sudah menilai bahwa pers Indonesia dalam konstelasi politik sekarang dianggap sudah mantap", ucap M. Syureich, Wakil Sekretaris Umum SPS. Harian Sara Kava, 6 Mei, di samping berpandangan sama dengan orang SPS tersebut juga menambahkan: " . . . peniadaan SIC ini disambut gembira, karena tidak saja ia menyederhanakan prosedur penerbitan, akan tetapi juga merupakan tanda bahwa Pemerintah berusaha untuk memberikan iklim yang sehat terhadap perkembangan pers". Sedangkan Merdeka, 6 Mei, mempertanyakan lebih jauh: "Apakah iklim sesudah Pemilu ini - yang telah memperkokoh kedudukan Pemerintah dan kekuasaannya - tidak juga merangsang Deppen untuk merencanakan langkah-langkah dinamis dalam bidang pers untuk mendukung peningkatan proses demokratisasi yang berdasarkan Pancasila?" Pun harian Kompas mengkaitkan peristiwa dalam bidang pers ini dengan kepentingan yang lebih luas. "Sebagai pertanda akan dikembangkannya iklim yang lebih baik untuk perkembangan kebebasan dan demokrasi Pancasila bagi masyarakat". kata tajuk harian itu 5 Mei. Masa Peralihan Bagi PWI sendiri, bukan saja SIC tapi juga SIT hendaklah dihapus. Namun menurut Harmoko semuanya tergantung dari pers sendiri: "Sekarang ini apakah kita sudah mampu menjadi pers yang bebas dan bertanggungjawab atau tidak. Kalau sudah SIT pun tak perlu lagi", ujarnya. Pada akhirnya, memang, keinginan orang pers adalah juga dihapusnya SIT sebagai syarat utama penerbitan pers. Sebab lembaga SIT tidakhanya membujuk pada urusan administratif, tapi lebih jauh lagi. Benar atau tidak. SIT secara nisbi dirasakan mengurangi hak mengeluarkan pendapat. SIT tercantum dalam peraturan peralihan UU Pokok Pers untuk masa transisi atau masa peralihan. Karena itu masalahnya mungkin bukan kapan pers mampu menjadi pihak yang bebas dan bertanggungjawab, bak kata Harmoko. tapi juga kapan masa peralihan itu berakhir.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus