Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Setelah Jembatan Digergaji

Pemilik PT. Johanes Arnold Pisy telah menggergaji putus fundasi salah satu jembatan kayu yang dibangun oleh PT. Bumi Indah Raya. Awal sengketa adalah mengenai tapal batas areal HPH.(eb)

27 Januari 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUASANA agak panas di hulu sungai Kahayan, Kal-Teng, awal tahun ini. Soalnya, konflik tapal batas antara areal HPH (hak pengusahaan hutan) PT Bumi Indah Raya (BIR) dan PT Johanes Arnold Pisy (JAP) bukannya tambah reda, melainkan semakin menghangat. Entah sebagai hadiah tahun baru bagi tetangganya yang berasal dari luar Kal-Teng, pemilik PT JAP telah menggergaji putus salah satu jembatan jalan pengangkutan kayu (logging road) PT BIR yang melewati hutan PT JAP. Soalnya, "peringatan saya mereka tak acuhkan," kata Pisy pemilik PT JAP. 23 Desember 1978, Pisy memang sudah memberitahu, bahwa satu ketika dia akan melarang truk-truk pengangkut kayu milik PT BIR melewati jalan tembus (koridor) melintasi areal HPH PT JAP. Telegram yang tembusannya juga dialamatkan kepada Menteri Pertanian dan Dirjen Kehutanan di Jakarta, masih disusul lagi dengan telegram baru 2 Januari 1979. Isi kawat itu berupa larangan tegas bagi truk-truk PT BIR untuk melewati areal HPH Pisy. Tapi esoknya truk bermuatan kayu bundar milik Bumi Indah Raya masih juga melewati alan koridor itu. Maka 4 Januari, Pisy pun tak sabar lagi. Bersenjata sebuah gergaji mesin, dia meninggalkan pangkalannya di Tewah lalu berangkat. menuju logging ro Bumi Indah Raya bersama beberapa orang anak buahnya. Di Km 7, dia menyetop sebuah truk kayu PT BIR. Kemudian di Km 3« dia menggergaji putus fundasi salah satu jembatan kayu yang dibangun PT BIR. Sesudah itu dia balik kanan lagi kembali ke kampnya, setelah menugaskan salah seorang anak buahnya menjaga di dekat jembatan itu agar tak diperbaiki lagi oleh orang-orang BIR. Barulah dia turun ke Palangkaraya, ibukota KalTeng di pertengahan sungai Kahayan untuk melaporkan tindakannya kepada Dinas Kehutanan dan yang berwajib di sana. Orang-orang Bumi Indah Raya juga pada turun ke Palangkaraya untuk melaporkan keadaan insiden itu kepada atasannya di Jakarta. Soalnya, dengan putusnya jembatan itu PT BIR sama sekali tak dapat mengeluarkan kayu hasil tebangannya untuk dihanyutkan ke hilir lewat sungai Kahayan. Bolak-balik Sengketa antara kedua perusahaan penebang hutan di jantung Kalimantan itu sudah cukup lama umurnya. Hampir berbarengan, Pisy dan Bumi Indah Raya memperoleh izin HPH-nya lewat SK Menteri Pertanian dengan batas bersama yang memotong Kampung Batunyewuh di hulu Kahayan. Areal BIR lebih luas -- 55 ribu Ha, sedang areal JAP 45 ribu Ha. Areal BIR terletak di utara areal JAP. Namun karena terhalang gunung, BIR atas persetujuan Arnold Pisy membuat jalan tembus (koridor) melewati areal konsesi PT JAP, sampai ke pangkalan Kesintu yang juga terletak di tepi sungai Kahayan. Biasanya, setelah SK HPH diberikan, pengusaha baru boleh mulai menebang setelah ada pematokan tata batas yang lebih terperinci oleh Direktorat Bina Program, yang disahkan oleh Dirjen Kehutanan. Namun sebelum itu dilakukan, BIR yang bermodal lebih kuat sudah mulai menebangi pohon-pohon di kiri kanan jalan koridor. Ini dianggap sebagai pencurian oleh Pisy, yang segera melaporkannya kepada Kejaksaan Negeri Palangkaraya. Petugas Kejaksaan yang datang ke sana bersama Polsus Hutan mencatat adanya paling sedikit 70 ribu mÿFD kayu PT JAP yang telah ditebang tanpa izin oleh orang-orang BIR. Namun sebelum perkara ini diselesaikan, muncullah petugas-petugas Direktorat Bina Program dari Bogor membawa alat-alar ukurnya. Itu terjadi pada awal 1976. Dalam peta konsesi baru yang kemudian dikeluarkan oleh Bogor, tapal batas bersama itu digeser sekitar 5 km ke selatan. Dengan demikian, penebangan yang sudah dilakukan BIR menjadi sah di mata mereka. Tapi tidak di mata Arnold Pisy, yang tetap berpegang pada peta HPH keluaran Menteri Pertanian. Ada dua tahun lamanya dia bolak-balik ke Jakarta, menyampaikan protes ke alamat Dirjen Kehutanan. Tak ketinggalan pula usahanya "minta keadilan" dari Opstib. Tapi akhirnya, dia jadi hakim sendiri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus