Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SUASANA agak panas di hulu sungai Kahayan, Kal-Teng, awal tahun
ini. Soalnya, konflik tapal batas antara areal HPH (hak
pengusahaan hutan) PT Bumi Indah Raya (BIR) dan PT Johanes
Arnold Pisy (JAP) bukannya tambah reda, melainkan semakin
menghangat. Entah sebagai hadiah tahun baru bagi tetangganya
yang berasal dari luar Kal-Teng, pemilik PT JAP telah
menggergaji putus salah satu jembatan jalan pengangkutan kayu
(logging road) PT BIR yang melewati hutan PT JAP. Soalnya,
"peringatan saya mereka tak acuhkan," kata Pisy pemilik PT JAP.
23 Desember 1978, Pisy memang sudah memberitahu, bahwa satu
ketika dia akan melarang truk-truk pengangkut kayu milik PT BIR
melewati jalan tembus (koridor) melintasi areal HPH PT JAP.
Telegram yang tembusannya juga dialamatkan kepada Menteri
Pertanian dan Dirjen Kehutanan di Jakarta, masih disusul lagi
dengan telegram baru 2 Januari 1979. Isi kawat itu berupa
larangan tegas bagi truk-truk PT BIR untuk melewati areal HPH
Pisy. Tapi esoknya truk bermuatan kayu bundar milik Bumi Indah
Raya masih juga melewati alan koridor itu.
Maka 4 Januari, Pisy pun tak sabar lagi. Bersenjata sebuah
gergaji mesin, dia meninggalkan pangkalannya di Tewah lalu
berangkat. menuju logging ro Bumi Indah Raya bersama beberapa
orang anak buahnya. Di Km 7, dia menyetop sebuah truk kayu PT
BIR. Kemudian di Km 3« dia menggergaji putus fundasi salah satu
jembatan kayu yang dibangun PT BIR.
Sesudah itu dia balik kanan lagi kembali ke kampnya, setelah
menugaskan salah seorang anak buahnya menjaga di dekat jembatan
itu agar tak diperbaiki lagi oleh orang-orang BIR. Barulah dia
turun ke Palangkaraya, ibukota KalTeng di pertengahan sungai
Kahayan untuk melaporkan tindakannya kepada Dinas Kehutanan dan
yang berwajib di sana. Orang-orang Bumi Indah Raya juga pada
turun ke Palangkaraya untuk melaporkan keadaan insiden itu
kepada atasannya di Jakarta. Soalnya, dengan putusnya jembatan
itu PT BIR sama sekali tak dapat mengeluarkan kayu hasil
tebangannya untuk dihanyutkan ke hilir lewat sungai Kahayan.
Bolak-balik
Sengketa antara kedua perusahaan penebang hutan di jantung
Kalimantan itu sudah cukup lama umurnya. Hampir berbarengan,
Pisy dan Bumi Indah Raya memperoleh izin HPH-nya lewat SK
Menteri Pertanian dengan batas bersama yang memotong Kampung
Batunyewuh di hulu Kahayan. Areal BIR lebih luas -- 55 ribu Ha,
sedang areal JAP 45 ribu Ha. Areal BIR terletak di utara areal
JAP. Namun karena terhalang gunung, BIR atas persetujuan Arnold
Pisy membuat jalan tembus (koridor) melewati areal konsesi PT
JAP, sampai ke pangkalan Kesintu yang juga terletak di tepi
sungai Kahayan.
Biasanya, setelah SK HPH diberikan, pengusaha baru boleh mulai
menebang setelah ada pematokan tata batas yang lebih terperinci
oleh Direktorat Bina Program, yang disahkan oleh Dirjen
Kehutanan. Namun sebelum itu dilakukan, BIR yang bermodal lebih
kuat sudah mulai menebangi pohon-pohon di kiri kanan jalan
koridor. Ini dianggap sebagai pencurian oleh Pisy, yang segera
melaporkannya kepada Kejaksaan Negeri Palangkaraya.
Petugas Kejaksaan yang datang ke sana bersama Polsus Hutan
mencatat adanya paling sedikit 70 ribu mÿFD kayu PT JAP yang
telah ditebang tanpa izin oleh orang-orang BIR. Namun
sebelum perkara ini diselesaikan, muncullah petugas-petugas
Direktorat Bina Program dari Bogor membawa alat-alar ukurnya.
Itu terjadi pada awal 1976.
Dalam peta konsesi baru yang kemudian dikeluarkan oleh Bogor,
tapal batas bersama itu digeser sekitar 5 km ke selatan. Dengan
demikian, penebangan yang sudah dilakukan BIR menjadi sah di
mata mereka. Tapi tidak di mata Arnold Pisy, yang tetap
berpegang pada peta HPH keluaran Menteri Pertanian. Ada dua
tahun lamanya dia bolak-balik ke Jakarta, menyampaikan protes ke
alamat Dirjen Kehutanan. Tak ketinggalan pula usahanya "minta
keadilan" dari Opstib. Tapi akhirnya, dia jadi hakim sendiri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo