Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
NAMA baik itu akhirnya tercoreng. Tjiwi Kimia?salah satu anak perusahaan Grup Sinar Mas?tak mampu membayar (default) kupon obligasi senilai US$ 43 juta. Padahal, sebelum ini, Sinar Mas tergolong mantap. Tatkala banyak perusahaan lain di Indonesia?bahkan Asia?tak mampu membayar pinjaman, mereka tetap rajin mengangsur bunga dan cicilan pokok utangnya.
Default-nya Tjiwi Kimia tak terlalu aneh kendati, menurut perkiraan Yuen Chak Lee, analis dari Merrill Lynch, perusahaan itu masih punya duit kontan sebesar US$ 91 juta pada akhir tahun 2000. Induknya, Asia Pulp & Paper (APP), sedang diimpit utang sebesar gunung. Karena kewalahan, APP bahkan sampai minta agar United States Securities Exchange Commission (US SEC) melakukan exchange offer (menukar obligasinya yang jatuh tempo?sebesar US$ 2,5-3 juta?dengan obligasi baru yang menawarkan bunga lebih tinggi).
Tapi US SEC?berfungsi seperti Bapepam di sini?belum memberikan jawaban. Sementara itu, dalam satu bulan terakhir, peringkat obligasi APP menurut penilaian Standard and Poor's terus turun. Dalam posisi terjepit, APP juga sudah minta agar para penyuplai bahan bakunya memberikan kelonggaran waktu pembayaran. Inikah sandyakala atau senja kala Sinar Mas?
Semua kesulitan yang menimpa konglomerasi bisnis yang didirikan Eka Tjipta Widjaya itu dimulai ketika APP ingin berekspansi ke Cina, India, dan Malaysia. Untuk itu, mereka mengeluarkan surat utang dalam jumlah besar. Toh, rencana ekspansi ke Malaysia dibatalkan karena pada 1998 grup ini sudah mulai kesulitan dana. Namun, investasi di India sempat jalan kendati volumenya kecil. Ekspansi paling besar berada di Cina karena potensi pasarnya besar dan mereka mendapat lisensi di Negara Tirai Bambu itu.
Total ekspansi APP yang menggunakan obligasi itu dalam sepuluh tahun (1990-1999) mencapai US$ 12 miliar. Penggelembungan utang terjadi pada tahun terakhir ekspansi ke Cina. Utang sebesar itu tak terbayar karena penerimaannya hanya US$ 3-4 miliar tiap tahun. Akibatnya, surat utang yang jatuh tempo akhirnya dibayar dengan menerbitkan surat utang baru yang bunganya lebih tinggi. Istilah kerennya refinancing, tapi sama saja dengan gali lubang tutup lubang.
Dalam kurun 1995-1999, kelompok Sinar Mas memperoleh US$ 3,6 miliar dari penerbitan surat utang dan US$ 2,9 miliar lagi dari penerbitan saham serta surat berharga lainnya. Sedangkan modal yang ditanamkannya mencapai US$ 2,4 miliar pada 1998 dan US$ 906 juta pada 1999.
Beberapa langkahnya dalam mengeruk duit dari pasar uang internasional adalah berikut ini.
- Pada Agustus 1998, APP Finance (IX) Ltd, salah satu anak perusahaan APP, menerbitkan floating rate notes (FRN) senilai US$ 370,5 juta yang akan jatuh tempo pada Oktober 2001.
- Pada April 1998, APP Finance (VII) Mauritius Ltd, anak perusahaan APP yang lain, menerbitkan surat berharga senilai US$ 500 juta yang bakal jatuh tempo pada 30 April 2003.
- Pada November dan Desember 1997, APP Finance (VI) Mauritius Ltd, anak perusahaan APP lainnya, menjual Liquid Yield Option Notes (LYONS) senilai US$ 1,44 miliar yang bakal jatuh tempo pada 2012.
- Pada September 1995, APP International Finance Co. BV, salah satu anak perusahaan APP, menerbitkan masing-masing sebuah surat berharga senilai US$ 100 juta yang jatuh tempo tahun 2000 dan US$ 450 juta yang bakal jatuh tempo tahun 2005.
Pada awal 2000, mulai banyak kreditor yang mempertanyakan kesanggupan Sinar Mas membayar utang. Sebagai jawaban atas kesangsian itu, Sinar Mas bukannya menjual aset untuk membayar utang, tapi malah terus menerbitkan obligasi baru. Terakhir, beberapa bankir investasi melobi APP agar berunding dengan para kreditornya dan menyelesaikan persoalan utang mereka?baik dengan pola penukaran utang dengan saham maupun dengan penjualan aset.
Kini, setelah Tjiwi Kimia divonis default, APP terancam didepak dari bursa Wall Street. Sebab, saham APP terus bertengger di bawah harga satu dolar, tak bisa naik. Bila akhirnya APP terdepak, itu "akan memicu penagihan mendadak atas obligasi, kendati jatuh temponya masih lama," ujar Yuen Chak Lee. Dua musibah itu, bila tak ditangani segera, bisa menjadi awal kebang-krutan Sinar Mas.
Nugroho Dewanto, Leanika Tanjung
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo