Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
CETDC (China External Trade Development Council atau Dewan
Pengembangan Perdagangan Luar Negeri Cina) bertugas
mempromosikan ekspor Taiwan. Didirikan 1 Juli 1970, CETDC
merupakan organisasi besar yang kompleks, juga sangat
memperhatikan perdagangan Indonesia-Taiwan. Wartawan TEMPO A.
Dahana, ketika berkunjung ke Taipei hampir bersamaan waktunya
dengan kepergian delegasi Indonesia pertama kali ke Canton Fair
bulan Nopember 1977, telah menginterpiu Wu Kuan-hsiung, Direktur
CETDC. Kecemasannya terbayang dari petikan berikut ini:
Demi keuntungan Indonesia sendiri lebih baik Indonesia tak punya
niat buat berhubungan dalam hal apa pun dengan rezim Peking. Di
masa lalu, ketika masih mempunyai hubungan diplomatik dengan
Peking, negeri anda menderita cukup berat. Dengan subversinya
mereka nyaris meruntuhkan pemerintah anda. Ini suatu pelajaran
yang pahit, tapi baik. Sekarang sama saja. Kalau pemerintah anda
berniat untuk memulihkan kembali hubungan dengan Peking, hal
yang terjadi belasan tahun lalu akan berulang.
Kalau Indonesia membuka kembali hubungan dengan Peking, mungkin
ada pengaruhnya terhadap hubungan bisnis Jakarta-Taipei.
Kadang-kadang pemerintah kami bisa saja campur tangan dalam
urusan swasta. Kami orang swasta setiap saat bisa diminta
menghentikan atau mengurangi kegiatan dagang kami dengan
Jakarta. Ini mungkin terjadi bila pemerintah kami berpendapat
Jakarta bersikap tak bersahabat pada kami. Kami tak punya
pilihan lain daripada mengikuti anjuran itu, karena kami tinggal
di sini. Tapi kami di Taiwan tak ingin melihat sahabat kami di
Indonesia menderita karena infiltrasi kaum komunis Cina. Kami
lebih tahu tentang mereka. Sekali anda mengizinkan mereka
menjejakkan kaki di bumi kalian, itu berarti awal dari suatu
penderitaan panjang yang anda akan hadapi. Dewasa ini ekonomi
Indonesia stabil, bahkan tumbuh dengan cepat. Kalau kaum komunis
mengacau -- katakanlah dengan pengacauan ekonomi, misalnya --
maka yang akan menderita adalah rakyat anda sendiri.
Andaikata
Kami kini mengimpor banyak (kayu, minyak bumi, gas alam, hasil
ladang dan rempah) dari Indonesia. Andaikata tak bisa berdagang
dengan Indonesia karena adanya apa yang disebut "normalisasi"
itu, Indonesialah yang akan dirugikan. Kami bisa membeli
bahan-bahan itu dari negara lain, hingga tak akan berpengaruh
banyak terhadap laju perkembangan ekonomi kami. Tentu saja kami
harus bekerja keras buat mencari pasaran baru untuk hasil
produksi kami. Perlu dicatat ini masih pengandaian.
(Catatan terakhir: Jumlah volume perdagangan Indonesia-Taiwan
mencapai US$549,3 juta pada tahun 1977, naik dengan 31% dari
1976. Di sini Indonesia mengalami surplus US$85,6 juta.
Kecenderungan volume perdagangan kedua negeri ini meningkat,
diharapkan mencapai satu milyar dollar AS beberapa tahun lagi).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo