Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah akhirnya menunda kewajiban sertifikasi halal bagi usaha mikro dan kecil atau UMK. Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama, Muhammad Aqil Irham mengatakan, selama ini fasilitasi sertifikasi halal bagi UMKM terkendala keterbatasan anggaran.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Aqil, tiap tahun, Kementerian hanya mampu membiayai satu juta sertifikat. "Kuota selalu terlampaui karena minat tinggi pelaku usaha untuk mendapat sertifikat gratis," ujarnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada Rabu, 15 Mei, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto di Istana Negara mengatakan penundaan kewajiban sertifikasi halal untuk usaha mikro dan kecil ini dilakukan karena salah satu alasannya masih rendahnya pencapaian target sertifikasi halal per tahun. Menurut Airlangga, saat ini target yang diharapkan adalah 10 juta sertifikasi halal per tahun, tetapi baru tercapai sekitar 4 juta.
Airlangga lebih lanjut menyampaikan bahwa kewajiban sertifikasi halal hanya ditujukan bagi usaha yang telah memiliki nomor induk berusaha (NIB). Oleh karena itu, pemerintah mendorong para pelaku usaha pedagang kaki lima untuk mendapatkan NIB terlebih dulu sebagai syarat sertifikasi halal. "Kan syaratnya itu mendapatkan NIB baru sertifikasi, jadi butuh waktu sosialisasi," kata dia.
Keterbatasan dana dirasakan khususnya pada 2023 dan 2024. Sementara itu, dalam Peraturan Pemerintah nomor 39 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal mengatur tahapan kewajiban bersertifikat halal bagi produk makanan, minuman, juga hasil dan jasa sembelihan dibatasi sampai 17 Oktober 2024.
Pada Kamis, 16 Mei 2024, Kementerian Koperasi dan UKM menyebut kewajiban itu diundur hingga 2026. Kementerian yang dipimpin Teten Masduki itu, bakal mengawal kewajiban tersebut. “Pelaku UMKM bisa lebih mudah, cepat, agresif untuk bisa terlibat dalam inisiatif untuk mendaftar diri,” ujar Staf Ahli Menteri Koperasi dan UKM Riza Damanik dalam media gathering di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis.
Aqil menilai perpanjangan waktu proses sertifikasi halal sebagai bentuk keberpihakan pemerintah. Para pelaku UMKM diberikan kesempatan mengurus Nomor Induk Usaha dan mengajukan sertifikasi hingga dua tahun mendatang, sehingga mengindari sanksi administratif.
Aqil memastikan BPJPH akan terus melakukan sosialisasi dan publikasi kewajiban bagi pelaku usaha mikro tentang pentingnya sertifikasi halal.
Ketua Umum Asosiasi Industri UMKM Indonesia (Akumandiri), Hermawati Setyoriny mengatakan pemerintah tidak hanya menunda saja, tapi perlu aktif melakukan sosialisasi, pelatihan dan memberikan kemudahan dalam mengurus legalitas.
Ia berpendapat kewajiban sertifikasi halal belum sepenuhnya tepat untuk pedagang karena masih banyak yang belum mendapat informasi syarat, prosedur, juga keuntungan yang didapat dengan sertifikasi halal. "Ditambah lagi ada biaya yang harus dikeluarkan, dan ada biaya untuk klasifikasi usaha tertentu dapat mengantongi sertifikat," ujarnya.
Menurut Hermawati, biaya permohonan sertifikat yang ditetapkan pemerintah untuk usaha mikro, belum termasuk biaya pemeriksaan atau pengujian kehalalan produk, transportasi, dan akomodasi serta pengujian laboratorium jika diperlukan. “Karena itu sosialisasi aktif sangat diperlukan,” ujarnya.
Sehingga ia menilai kebijakan ini belum sepenuhnya tepat untuk usaha mikro. Hermawati berpendapat masih banyak yang belum mendapat informasi syarat, prosedur, juga keuntungan yang didapat dengan sertifikasi halal. Ditambah lagi ada biaya yang harus dikeluarkan, dan ada biaya untuk klasifikasi usaha tertentu dapat mengantongi sertifikat.
Ia menjelaskan biaya permohonan sertifikat yang ditetapkan pemerintah untuk usaha mikro, belum termasuk biaya pemeriksaan atau pengujian kehalalan produk, transportasi, dan akomodasi serta pengujian laboratorium jika diperlukan. “Karena itu sosialisasi aktif sangat diperlukan,” ujarnya.