Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah berencana menerapkan aturan wajib asuransi kendaraan third party liability (TPL) untuk semua jenis kendaraan bermotor mulai Januari 2025. Asuransi kendaraan ini memberikan pertanggungan risiko atas tuntutan ganti rugi dari pihak ketiga. Asuransi yang akan diwajibkan oleh pemerintah diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Saat ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedang menunggu terbitnya peraturan pemerintah untuk mewajibkan asuransi kendaraan tersebut. Meskipun masih wacana, tetapi aturan kewajiban asuran ini disambut baik oleh industri asuransi mengingat jumlah kendaraan bermotor di Indonesia mencapai 160 juta. Sementara itu, beberapa kalangan memberikan tanggapan kritik terhadap penerapan wajib asuransi kendaraan tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Kritik penerapan asuransi kendaraan datang dari pengamat dan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Adapun, tanggapan dari kedua pihak tersebut sebagai berikut.
Pengamat Asuransi, Irvan Rahardjo
Irvan Rahardjo menyatakan, penerapan wajib asuransi kendaraan memiliki potensi yang dapat menimbulkan beban premi tambahan bagi pemilik mobil dan operator kendaraan umum. Jika pemerintah tetap mewajibkan asuransi tersebut, harus memastikan premi asuransinya sangat terjangkau.
Tak hanya itu, Irvan yang juga menjabat sebagai Arbiter Badan Mediasi dan Arbitrase Asuransi Indonesia mengimbau, OJK membuat peraturan OJK (POJK) tentang kewajiban asuransi TPL. POJK tersebut tidak hanya mengatur tentang premi, tetapi menjadi ihwal prosedur klaim, jika kecelakaan melibatkan beberapa kendaraan sekaligus.
Pengamat Asuransi, Dedy Kristianto
Menurut Dedy Kristianto, wajib asuransi kendaraan tersebut dapat meningkatkan pertumbuhan sektor asuransi, tetapi tidak berlangsung lama. Ia memprediksi potensi rasio kedaluwarsa (lapsed ratio) akan tinggi. Rasio ini merupakan rasio polis yang diterbitkan perusahaan asuransi pada waktu tertentu tidak diperbarui dibanding jumlah total polis selama periode sama.
“Rasio kedaluwarsa ini yang perlu diantisipasi sejak awal oleh perusahaan asuransi dan regulator,” terangnya, seperti diberitakan dalam Koran Tempo, pada 22 Juli 2024.
Lebih lanjut, Dedy melihat bahwa kendaraan bermotor di Indonesia dimiliki oleh berbagai kalangan, termasuk masyarakat kelas bawah. Ia menegaskan, penerapan wajib asuransi kendaraan bagi kelompok ini akan sulit dilakukan. Sebab, masyarakat juga sudah banyak membayar iuran yang ditanggung sendiri, seperti BPJS dan Tapera. Penerapan wajib asuransi kendaraan akan membuat masyarakat semakin terbebani.
Dedy menyarankan, pemerintah mensosialisasikan manfaat asuransi tersebut secara masif kepada masyarakat. Kesadaran pentingnya mengikuti asuransi akan mendorong masyarakat sukarela mengikutinya. Selain itu, pemerintah harus memastikan perekonomian masyarakat tumbuh.
Kepala Bidang Pengaduan dan Hukum YLKI, Rio Priambodo
Rio Priambodo menilai, tidak semua masyarakat yang memiliki kendaraan bermotor mampu membayar premi asuransi. Pasalnya, saat ini, daya beli masyarakat belum pulih sepenuhnya akibat pandemi Covid-19.
“Pemerintah seharusnya mengedepankan pendapat publik sebelum memutuskan menerapkan wajib asuransi kendaraan tersebut,” kata Rio.
RACHEL FARAHDIBA R | RIANI SANUSI PUTRI I KORAN TEMPO