Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Gaya Hidup

Bukan Sekedar Peti Kemas

Mendesain rumah dari susunan empat peti kemas ini sebagai hobi yang digunakan sebagai ruang rekreasi.

2 September 2015 | 22.01 WIB

TEMPO/Aditia Noviansyah
Perbesar
TEMPO/Aditia Noviansyah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta -Bayangkan peti kemas yang sering Anda lihat di Pelabuhan Tanjung Priok diangkut untuk dijadikan tempat tinggal. Kita mungkin bakal ogah berlama-lama di dalamnya, mengingat suhu di Jakarta dan sekitarnya biasa mencapai 33 derajat Celsius saat siang.

Namun arsitek Novriansyah Yakub dari biro Atelier Riri bisa membuktikan sebaliknya. Dia mendesain rumah dari susunan empat peti kemas 20 kaki—masing-masing memiliki panjang 6 meter; lebar 2,5 meter; dan tinggi 2,6 meter—di lahan 150 meter persegi di Jatiasih, Bekasi.

"Kontainer dipilih sebagai material alternatif agar biaya konstruksi bisa dihemat,” ujar Riri, panggilan Novriansyah, kepada Tempo, dua hari lalu. Kebetulan pemilik rumah memiliki wawasan luas terhadap desain kontemporer, sehingga tak keberatan menggunakan bahan yang tidak lazim.

Riri mendesain penggunaan peti kemas untuk ruang rekreasi dan hobi bagi empat anggota keluarga pemilik rumah itu, dua di antaranya anak-anak. Tiga kontainer digunakan sebagai lantai atas, dan satu di lantai dasar. Sementara itu, aktivitas primer seperti tidur, makan, mandi, dan buang hajat berlangsung di bagian rumah yang dibangun dari tembok.

Arsitek lulusan Universitas Pancasila tersebut membagi ruang-ruang tersebut dengan alasan material baja di peti kemas mudah menyerap panas. Untuk mengurangi "efek sauna" di peti kemas, Riri memberikan sentuhan khusus untuk menurunkan suhu. "Pertama, membuat ventilasi menyilang agar udara tidak terjebak dalam ruangan," ujarnya. Dia membuat banyak bukaan di antara empat kontainer.

Peletakan kontainer pun diatur. Dua peti kemas pertama dibiarkan terkunci untuk menjadi bagian dari lantai dua, persis menindih lantai satu rumah. Dua lainnya dibikin menumpuk di bagian belakang rumah dan tak terlihat dari luar. Dua kelompok kontainer itu dihubungkan dengan koridor berbahan besi. Menyanggupi kebutuhan kliennya akan ruang terbuka, Riri membuat banyak jendela serta akses terhadap beranda kecil yang dibikin di salah satu kontainer.

Suhu juga diturunkan dengan membuat tiga lapisan insulasi termal. Insulator pertama adalah kayu jati Belanda bekas. Kedua, kertas aluminium. Terakhir, tanaman rambat di pucuk kontainer, yang menjadi semacam tenda yang memayungi rumah dari terpaan sinar matahari.

Riri menyadari kelemahan material yang dia pilih selain soal panas, yaitu ancaman korosi. Sekuat apa pun baja yang menjadi bahan bakunya, peti kemas tetap merupakan logam yang rentan karatan. “Jadi, yang perlu diperhatikan adalah menjaga kualitas pelapis cat,” ujar Riri.

Di Indonesia, mungkin baru Riri yang mengusung desain rumah peti kemas. Penggunaan material bekas tersebut baru sebatas pada ruangan yang tidak dipakai 24 jam, seperti Taman Baca Amin di Kota Batu, Jawa Timur. Namun di luar negeri, terutama yang beriklim dingin, peti kemas sudah banyak digunakan sebagai bahan bangunan. “Peti kemas tahan lama, ramah lingkungan, dan lebih murah dibanding konstruksi konvensional,” demikian ditulis situs desain dan arsitektur Amerika Serikat, Homedsgn.com.

Apa betul lebih murah? Menurut Riri, rumah kontainer di Bekasi dibangun dengan biaya Rp 1 miliar, termasuk jasa arsitek. Tanpa menyebutkan jumlah, dia mengatakan penggunaan peti kemas menghemat biaya konstruksi. Yang pasti, rumah kliennya memiliki nilai tambah besar, yaitu tampilan yang menonjol di lingkungan sekitar. "Kontainer menjadi identitas ekspresi bangunan dan pengalaman ruang yang unik," katanya.


SUBKHAN J. HAKIM

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hadriani Pudjiarti

Hadriani Pudjiarti

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus