Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Gaya Hidup

Indikasi Istri Diperkosa Suami

"Siapa yang berani menolak permintaan suami? takut kualat."

18 April 2015 | 04.02 WIB

TEMPO/Budi Yanto
Perbesar
TEMPO/Budi Yanto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Bengkulu - Women Crisis Center (WCC) Cahaya Perempuan Bengkulu menyatakan hingga kini masih ada diskriminasi gender di dalam keluarga. Menurut penelitian Women Crisis Cebrer, masih banyak istri yang mengaku menjadi korban pemerkosaan dalam perkawinan di Bengkulu.

"Berdasarkan hasil penelitian yang kami lakukan, terkuak jika selama ini praktek pemerkosaan dengan legalitas perkawinan masih terus berlanjut," kata Direktur WCC Cahaya Perempuan Bengkulu, Tety Sumeri saat ditemui, Jum'at 17 April 2015.

Pemerkosaan di dalam perkawinan ini, menurut Tety, menjadi pendorong tingginya tingkat kehamilan tidak diinginkan, kekerasan dalam rumah tangga dan aborsi di Bengkulu.

Indikasi terjadinya perkosaan di dalam perkawinan, kata Tety, di antaranya para istri mengalami pemaksaan untuk hamil, dengan alasan suami ingin anak perempuan atau anak laki-laki. Padahal, mereka telah memiliki anak lebih dari satu. Belum lagi kondisi ekonomi tidak memungkinkan untuk punya anak lagi.

"Mereka tidak menyadari jika selama ini menjadi korban pemerkosaan suaminya sendiri," ujar Tuty. Berangkat dari masalah tersebut, Cahaya Perempuan mendampingi komunitas perempuan akar rumput untuk memberikan pemahaman terkait hak kesehatan seksual dan reproduksi, dan peningkatan kapasitas perempuan untuk mengikis ketidakadilan gender.

Harapannya, agar tidak ada lagi perempuan yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga, baik secara fisik maupun seksual akibat kurangnya pengetahuan mereka terhadap hak-haknya, terutama hak kesehatan seksual dan reproduksi.

Seorang Ketua Komunitas Perempuan Pondok Besi yang selama ini mendapat pendampingan dari Cahaya Perempuan, Melly mengakui persoalan kekerasaan seksual sangat dekat dengan kehidupan perempuan.

Hampir semua perempuan yang kami survei mengakui pernah mengalami kekerasan fisik maupun psikologis. "Kita selama ini tidak memahami jika hamil dan melahirkan merupakan hak kita, sebelumnya kita memahami jika itu adalah kodrat dan menjadi tanggung jawab perempuan, siapa yang berani menolak permintaan suami, takut kualat," kata Melly.

PHESI ESTER JULIKAWATI

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Rini Kustiani

Rini Kustiani

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus