Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Remaja dan dewasa muda usia 18-24 tahun disebut sebagai pengisap rokok elektrik atau vape terbanyak di Amerika Serikat. Data juga menunjukkan 9 persen bocah berumur 11-15 tahun pernah mencoba vape, menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Alasan banyaknya kaum muda mengisap rokok elektrik karena akses yang mudah, menurut jurnal Rehabilitation Nursing. Alasan lain adalah mereka target pasar yang mudah dijangkau, tergiur aroma dan rasa vape, pengaruh media sosial, dan keyakinan rokok elektrik lebih aman dari rokok biasa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut studi fisiologis, anak muda usia sampai 25 tahun masih mengalami periode kritis perkembangan otak. Selama periode itu, korteks prefrontal atau bagian otak yang bertanggung jawab dalam mengambil keputusan dan kontrol impuls sangat rentan dipengaruhi faktor eksternal.
Mengenalkan nikotin lewat vape akan mengganggu sirkuit saraf, yang bisa menyebabkan perubahan fungsi otak. Paparan nikotin bisa mengacaukan reseptor otak, yang akan membuat seseorang sulit merasakan kesenangan tanpa bantuan nikotin. Dampak negatif lain penggunaan nikotin, terutama pada remaja, adalah:
Masalah pernapasan
Mengisap rokok elektrik disebut berhubungan dengan masalah paru-paru, menurut CDC. Zat kimia seperti benzaldehida dan diasetil bisa menyebabkan kerusakan paru-paru, menurut Journal of the American Academy of PA (JAAPA).
Kesehatan kardiovaskular
Sebuat penelitian yang diprakarsai JAMA Cardiology menemukan dampak negatif serupa pada kesehatan kardiovaskular antara perokok tradisional dan pengisap vape. Pengisap rokok elektrik bahkan disebut berisiko 19 persen lebih tinggi mengalami gagal jantung, menurut penelitian American College of Cardiology.
Paparan zat kimia
Menghirup zat kimia pada cairan rokok elektrik disebut berbahaya, terutama pada remaja, menurut Asosiasi Paru Amerika. Propilen glikol adalah zat utama pada produk vape dan telah dikaitkan dengan berbagai masalah kesehatan. Paparan propilen glikol telah dikaitkan dengan kondisi seperti rinitis, asma, dan mulut kering, menurut JAAPA.
Lebih dari itu, jika tervaporisasi, propilen glikol bisa berubah menjadi formaldehida dan asetaldehida yang bisa mengiritasi mata, hidung, tenggorokan, saluran pernapasan atas, dan kulit. Demikian seperti dilaporkan Fox News Digital.
Pilihan Editor: Spesialis Paru Ingatkan Vape Tak Lebih Aman dari Rokok Biasa