Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Gaya Hidup

Lelah, Bisa Menjadi Penyebab Keinginan Bunuh Diri

Memperingati Hari Penyintas Kehilangan Bunuh Diri Internasional, simak obrolan para praktisi kesehatan terkait dengan bunuh diri.

18 November 2017 | 21.22 WIB

Ilustrasi bunuh diri. Shutterstock
Perbesar
Ilustrasi bunuh diri. Shutterstock

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Menjadi seorang praktisi kesehatan, Tessa Amanda Sawitri mengaku banyak pasiennya yang datang bukan untuk membicarakan soal pemikiran bunuh diri tapi apa yang mendasari mereka ingin melakukan hal tersebut.

“Misalnya tentang orang tua, tentang abuse yang telah mereka alami dahulu, atau tentang trauma yang dialami saat masih kecil,” tutur Tessa saat diskusi dalam acara memperingati Hari Penyintas Kehilangan Bunuh Diri Internasional 2017 di Universitas Bina Nusantara, FX Sudirman, Jakarta Selatan, Sabtu, 18 November 2017. 

Tessa menambahkan, pemikiran seseorang untuk bunuh diri bisa disebabkan rasa putus asa. “Rasa tidak mau melihat ke masa depan kayak tak ada masa depan untuk diri sendiri,” tutur Tessa.

Baca juga:
Efek Nikah Siri, Siapa Jadi Korban? Intip Kisah Umi Pipik
Pascakecelakaan Mobil, Simak Efeknya dari Kaki sampai Kepala
Heboh Jengkol, Berapa Banyak yang Aman Dikonsumsi?

Menurut Tessa, orang yang ingin bunuh diri juga merasa bahwa dia hanya beban untuk orang-orang di sekitarnya. “Jadi mereka merasa kalau ‘Udah deh mendingan kalau aku udah gak di sini kayaknya lebih baik untuk mereka’,” kata Tessa menjelaskan.

Selain itu, orang-orang ini merasakan lelah dengan kehidupan yang dijalaninya. “Antara itu capek karena merasa depresi atau capek karena rasa cemas berlebihan,” katanya. Walaupun berbeda-beda, Tessa mengatakan setiap orang yang ingin mengakhiri hidup biasanya merasakan lelah dengan hidupnya.

Menurut dia, jika seseorang telah menceritakan latar belakang permasalahan yang dihadapi, keinginan untuk bunuh diri itu sendiri malah menjadi tidak ada. “Lama-kelamaan kalau akar tersebut udah diobrolin, udah diproses ya mereka gak mikir itu lagi, mereka ‘Oh wow, aku akhirnya bisa planning’,” tutur Tessa.

Perencanaan kehidupan di masa depan merupakan salah satu tanda bahwa seseorang itu mulai pelan-pelan terlepas dari masalah yang membuatnya ingin mengakhiri hidup.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus