Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Kesehatan

Mengenal Diet Detoks, Benarkah Bermanfaat bagi Tubuh?

Benarkah diet detoks efektif untuk menurunkan berat badan. Adakah bahaya sampingannya? Simak penjelasan pakar berikut.

8 April 2022 | 19.45 WIB

Ilustrasi diet (pixabay.com)
Perbesar
Ilustrasi diet (pixabay.com)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Sebagian orang melakukan detoks untuk menurunkan berat badan. Pembersihan atau detoks dan diet detoks jangka pendek jarang yang memiliki efek bertahan lama. Bahkan, cara ini dapat menyebabkan masalah kesehatan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Beberapa jenis detoks meliputi penggunaan bumbu dan rempah-rempah, air minum atau cairan lain, membatasi kalori, menggunakan sauna, menggunakan suplemen makanan tertentu, hanya makan makanan tertentu, dan mengurangi paparan terhadap hal-hal tertentu di lingkungan. Paket detoks yang tersedia secara komersial juga mudah ditemukan secara online dan sering kali membuat klaim tentang keberhasilannya tetapi jarang menyebutkan secara spesifik jenis racun apa yang dikeluarkan atau cara kerjanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mereka juga cenderung tidak memberikan bukti nyata apapun bahwa sistem mereka berfungsi. Hal ini mungkin disebabkan fakta penelitian tentang detoksifikasi terbatas dan sebagian besar berkualitas rendah.

Melansir Healthline, Margaret MacIntosh, ahli akupunktur dan dokter pengobatan tradisional Cina di Kanada, mengatakan perubahan pola makan yang ekstrem ini lebih banyak merugikan daripada menguntungkan. MacIntosh mengatakan lebih mendukung diet dan gaya hidup sehat yang berbasis makanan utuh. Dia juga mencatat tubuh memiliki proses alami untuk menghilangkan apa yang disebut racun dari tubuh.

Faktanya, ada empat sistem berbeda di dalam tubuh yang bekerja untuk membuang zat yang berpotensi berbahaya, seperti ginjal bertugas menyaring darah dan membuang racun melalui urine, hati membantu memproses nutrisi dan memodifikasi racun agar lebih mudah dikeluarkan oleh ginjal. Kemudian ada paru-paru membantu membuang racun dari udara serta usus besar membantu membuang limbah dan racun melalui buang air besar.

Cara terbaik untuk mendukung organ tersebut melakukan proses detoksifikasi tubuh adalah dengan makan makanan padat nutrisi yang penuh serat, sayuran, buah-buahan, dan sumber protein tanpa lemak, melakukan setidaknya 150 menit olahraga intensitas sedang dalam seminggu, istirahat cukup, berhenti merokok, minum air putih cukup, dan menghindari alkohol.

Tory Tedrow, ahli gizi internal untuk aplikasi makan sehat SugarChecked, mengatakan minum terlalu banyak air dapat menyebabkan hiponatremia. Saat itulah darah mengandung terlalu sedikit natrium, yang menyebabkan sel membengkak. Hiponatremia menyebabkan gejala seperti mual, muntah, sakit kepala, kebingungan, kelelahan, kram otot, kejang, dan koma.

Gejala-gejala ini bervariasi dalam tingkat keparahan tetapi bisa dengan cepat mengancam jiwa dan memerlukan intervensi medis. Bukti menunjukkan minum air dalam jumlah berlebihan dan membatasi asupan kalori dapat menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit. Sementara, banyak ahli menyarankan agar tidak melakukan detoksifikasi yang hanya meminum jus atau pencahar, yang lain justru menyarankan untuk menggunakan metode makan yang merangsang autofagi.

"Autofagi dirangsang oleh puasa," kata Gin Stephens, penulis Delay, Don’t Deny: Living an Intermittent Fasting Lifestyle.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus