Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Gaya Hidup

Mengenali Tiger Parenting: Pola Asuh Anak yang Cenderung Otoriter

Pola asuh tiger parenting yang menuntut anak untuk dapat meraih prestasi secara otoriter dan keras dapat membahayakan kesehatan emosional si anak.

8 September 2021 | 18.36 WIB

Ilustrasi orang tua memarahi anak/anak menangis. Shutterstock.com
Perbesar
Ilustrasi orang tua memarahi anak/anak menangis. Shutterstock.com

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Istilah tiger parenting pertama kali dipopulerkan oleh Amy Chua dalam bukunya yang berjudul Battle Hymn of the Tiger Mother. Chua adalah seorang berkebangsaan Tiongkok dan merupakan profesor hukum di Sekolah Hukum Yale, Amerika Serikat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Tiger parenting sendiri merupakan cara mendidik anak yang cenderung otoriter, keras, dan dimaksudkan agar anak mencapai kesuksesan pada umumnya secara akademis. Dalam bukunya, Chua menuliskan mengenai praktik tiger parenting yang ia terapkan kepada anak-anaknya. Cara mendidik ini tidak memberikan ruang bagi anak untuk bersantai karena orang tua menuntut agar anak fokus pada pendidikannya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Orang tua yang menerapkan tiger parenting percaya bahwa metode ini dapat membantu anak untuk menyusun masa depan yang gemilang. Orang tua akan menargetkan anak untuk mencapai nilai tertentu dengan cara mendorong anak untuk terus belajar, bahkan melarang mereka bermain.

Menurut laman Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. HAMKA (UNHAMKA), metode parenting ini jelas bertentangan dengan kesejahteraan psikologis anak. Di satu sisi, metode ini menerapkan pola asuh otoriter yang ekstrem dan membebani anak. Di lain sisi, metode ini juga menerapkan pola asuh asertif yang mendukung potensi anak.

Tiger parenting dapat berdampak buruk bagi kesehatan mental dan emosional anak. Dikutip dari laman Verywell Family, anak yang dibesarkan dengan metode ini memiliki masalah kepercayaan diri akibat ekspektasi dan tuntutan yang diberikan kepadanya. Selain itu, tiger parenting tidak dianggap sehat karena tolak ukur kesuksesan anak bukan hanya prestasi akademis semata, melainkan juga kemampuan non-akademis lainnya.

Anak mungkin akan mencapai prestasi akademis yang cemerlang sejak dini jika orang tua menetapkan metode ini. Namun, ada aspek lain yang harus dikorbankan, terutama kondisi psikologis dan sosial anak. "Pola asuh yang ideal adalah yang sensitif dan responsif," tulis Dewi Nurhidayah dikutip Tempo dari laman Fakultas Psikologi UNHAMKA, Sabtu, 6 Februari 2021.

Setiap anak memiliki keunikan masing-masing. Metode mengasuh anak yang optimal harus disesuaikan dengan kebutuhan anak. Anda dapat mendorong anak Anda untuk meraih prestasi dan mencapai kesuksesan tanpa harus membuat mereka bergantung pada persetujuan Anda.

Metode tiger parenting harus diwaspadai oleh pasangan yang hendak memiliki anak karena mengasuhnya tidak sama seperti mengasuh anak harimau. Kasih sayang adalah salah komponen terpenting dalam sebuah keluarga, sehingga penting bagi anak untuk dapat merasakannya pula dari orang tua.

DINA OKTAFERIA

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus