Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Menunggu mata sri lanka

Dalam 6 bulan terakhir ini, kiriman kornea dari sri lanka mulai jarang. padahal donor mata di indonesia masih tergantung dari sri lanka. (ksh)

3 Maret 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LEBIH sebulan Rodis, 45, petani asal Kutai, Kalimantan Timur, tinggal bersama istrinya di Jakarta. Selama itu, sudah tiga kali lebih dia bolak-balik mendatangi Bank Mata Pusat yang terletak di kompleks Rumah Sakit Aini, Jakarta. Ayah enam anak itu sedang menunggu satu kornea mata buat menyembuhkan mata kanan istrinya yang sudah rusak. Tapi, sampai Jumat minggu lalu, Rodis rupanya masih harus menunggu. Kornea mata baru - yang biasanya dikirim dari Sri Lanka atau kalau lagi mujur datang dari donor di dalam negeri - belum juga datang. "Seperti ikut kena resesi, kiriman kornea dari Sri Lanka belakangan ini memang agak seret," kata Imam Mawardi, Sekretaris Bank Mata DKI. Keseretan itu, mau tak mau, membuat para petugas bank mata di sembilan cabang di Indonesia kelabakan menghadapi permintaan orang-orang seperti Rodis. Rodis sendiri sudah mengumpulkan uang selama tiga tahun dan berani terbang ke Jakarta setelah mengumpulkan uang sekitar Rp 2 juta, untuk menyembuhkan mata istrinya itu. Dia malah sudah menghitung akan menunggu satu dua minggu, sampai dilaksanakan operasi yang biaya dan perawatannya ditaksir Rp 400.000. Namun, ketika sudah lebih dari sebulan menunggu dan uangnya tinggal Rp 1 Juta, dia mulai cemas dan seperti putus asa. "Jika sampai Maret kornea mata tetap tak ada, apa boleh buat, kami terpaksa pulang," ucapnya pelan. Para petugas di Bank Mata yang dihubungi Rodis tampak berusaha menyabarkan. Namun, seperti petugas di bank mata lain di pelbagai daerah, mereka memang tak bisa berbuat apa-apa. Ketergantungan pada kornea mata kiriman Sri Lanka itu sudah begitu besar. Di Yogyakarta, misalnya, yang tahun 1982 berhasil melakukan enam kali operasi mata pada tahun 1983 dua rumah sakit di sana hanya melakukan dua kali operasi. Itu pun setelah mendapat dua kornea kiriman dari Sri Lanka. "Kornea dari donor dalam negeri tak ada, kami terpaksa menunggu Pusat, padahal calon penerima donor yang antre sudah 71 orang," kata Dokter Gunawan, Wakil Direktur Rumah Sakit Umum Sardjito, Yogya. Secara keseluruhan, Bank Mata Pusat tahun 1983 menerima 1.152 biji kornea. Dari jumlah itu, hanya 128 biji yang berasal dari donor di dalam negeri. Sebagian besar kornea itu datang dari Sri Lanka (1.014), India (2), dan Amerika (8). Sayangnya lagi, tak semua kornea itu bisa dimanfaatkan. Tercatat sekitar 216 rusak karena, antara lain, terlambat dicangkokkan. Maklum, daya tahan kornea setelah diambil dari donor memang terbatas: tak lebih dari 2 x 24 jam dia harus sudah dicangkokkan. Itu sebabnya, bisa dimaklumi pula, Jakarta tercatat sebagai pemakai kornea mata sumbangan paling banyak dibandingkan bank mata yang ada di daerah. Yakni sekitar 985 kornea. "Kiriman ke bank mata daerah harus betul-betul cepat. Meleset sedikit saja, kornea kiriman itu bisa tak berguna," kata Imam Mawardi. Kini kerepotan tak hanya itu. Sekarang sumbangan kornea dari Sri Lanka pun mulai jarang datang, seperti yang terjadi dalam enam bulan terakhir ini. Penyebabnya, menurut seorang petugas di Bank Mata Pusat, adalah suasana di dalam negeri Sri Lanka yang dilanda kerusuhan. Ada perkelahian antarsuku, ditambah semakin sulitnya transportasi. Dulu ada empat perusahaan penerbangan - yakni Garuda, KLM, Sri Lanka Airlines, dan Swissair - yang menerbangi rute Kolombo-Jakarta, tapi kini tinggal Swissair yang rutin menjembatani kedua ibu kota tadi. "Maka, kini kita hanya menerima kornea sekali seminggu," kata petugas itu. Dia menambahkan, dengan keadaan seperti itu sebenarnya sudah w-aktunya Indonesia mulai melepas ketergantungan dari Sri Lanka. "Tapi itulah yang sulit," kata Imam lagi. Dia mengatakan, kini sudah hampir 17 tahun umur bank mata di Indonesia, tapi baru tercatat sekitar 5.000 orang yang mendaftarkan diri untuk mendonorkan matanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus