Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Gaya Hidup

Tahukah Anda, Tradisi Imlek Itu Khas Indonesia

Perayaan Tahun Baru Cina di sini adalah cerminan asimilasi budaya.

18 Februari 2015 | 03.44 WIB

Pedagang jeruk impor asal Tiongkok, di Pasar Induk Tanah Tinggi ,Tangerang, Banten, 16 Februari 2015. Menjelang imlek penjualan jeruk impor meningkat hingga 3 kali lipat. TEMPO/ Marifka Wahyu Hidayat
Perbesar
Pedagang jeruk impor asal Tiongkok, di Pasar Induk Tanah Tinggi ,Tangerang, Banten, 16 Februari 2015. Menjelang imlek penjualan jeruk impor meningkat hingga 3 kali lipat. TEMPO/ Marifka Wahyu Hidayat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO , Jakarta: Tahun Baru Cina atau Imlek akan tiba pada 19 Februari 2015 mendatang. Tapi, tahukah Anda bahwa perayaan Imlek di Indonesia itu khas dan hanya ada di sini, khususnya dalam tradisi kulinernya?

Pemerhati sekaligus peneliti budaya Cina-Indonesia, Aji Chen Bromokusumo, mengungkapkan bahwa makanan orang Tionghoa di beberapa daerah, khususnya di pulau Jawa, mendapat banyak pengaruh budaya Hokkien atau budaya yang ada di Kota Fujian, Cina.

Budaya ini dibawa oleh para imigran yang ingin mencari peruntungan di sini. Mereka adalah warga kelas bawah yang sangat miskin karena beberapa sebab. "Misalnya, kabur karena dikejar-kejar masalah politik, atau bekas buruh perkebunan, atau buruh pertambangan," ujar Aji Chen saat diwawancarai di bilangan Bumi Serpong Damai pekan lalu.

Budaya Fujian ini akhirnya berasimilasi dengan kebudayaan setempat yang muncul di berbagai segi, misalnya makanan dan adat perkawinan. Asimilasi kebudayaan ini sangat terlihat pada makanan yang disajikan saat Imlek atau Sinchya, perayaan tahun baru yang menggunakan perhitungan kalender berdasarkan peredaran bulan.

Istilah "Sinchya" atau "Imlek" hanyalah milik warga keturunan Cina yang ada di Indonesia. "Sinchya" berasal dari dialek Hokkien, "sinchya gwe" ("shin cung yen" dalam dialek Mandarin), yang berarti "bulan baru". Di daratan Cina tidak dikenal kedua istilah tersebut.

Bila dirunut dari sejarahnya, pelaksanaan ritual Imlek di daratan Cina dan Indonesia hampir sama. Namun, untuk makanan, Aji mengakui sudah sulit terdeteksi, karena banyaknya makanan peranakan Cina-Indonesia yang sudah mengalami percampuran. Karena itu, makanan Imlek yang disajikan di Indonesia dapat dipastikan berbeda dengan makanan yang disajikan di daratan Cina.

Aji mencontohkan menu Ayam Oh atau Ayam Hitam, yang bumbunya menggunakan tauco dan kecap. Dua bumbu ini tidak ada di daratan Cina. Sebab, kecap yang ada di daratan Cina tidak ada yang memiliki rasa manis. Kebanyakan kecap yang digunakan adalah kecap asin dan kecap ikan. "Penggunaan kecap manis itu sangat mencerminkan budaya Jawa," kata Aji. Penganan Cina, menurut Aji, jarang menggunakan bahan manis dan bumbu yang kuat. Masakan Cina lebih sedikit bumbu dan dominan menggunakan bawang putih.

CHETA NILAWATY

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Iwan Kurniawan

Iwan Kurniawan

Sarjana Filsafat dari Universitas Gadjah Mada (1998) dan Master Ilmu Komunikasi dari Universitas Paramadina (2020. Bergabung di Tempo sejak 2001. Meliput berbagai topik, termasuk politik, sains, seni, gaya hidup, dan isu internasional.

Di ranah sastra dia menjadi kurator sastra di Koran Tempo, co-founder Yayasan Mutimedia Sastra, turut menggagas Festival Sastra Bengkulu, dan kurator sejumlah buku kumpulan puisi. Puisi dan cerita pendeknya tersebar di sejumlah media dan antologi sastra.

Dia menulis buku Semiologi Roland Bhartes (2001), Isu-isu Internasional Dewasa Ini: Dari Perang, Hak Asasi Manusia, hingga Pemanasan Global (2008), dan Empat Menyemai Gambut: Praktik-praktik Revitalisasi Ekonomi di Desa Peduli Gambut (2020).

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus