Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

'ke pengadilan sajalah'

Pp no.49 yang mengatur sewa menyewa rumah oleh kantor urusan perumahan dinilai lemah oleh gubernur jawa timur, soenandar prijosudarmo. ia menemukan 50% kasus sengketa perumahan kurang memuaskan. (hk)

3 April 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

GUBERNUR Jawa Timur, Soenandar Prijosoedarmo, menilai PP No: 49 yang mengatur sewa menyewa rumah oleh Kantor Urusan Perumahan (KUP), lemah. Dalam satu bagian PP itu klausul tingkat banding untuk keputusan sengketa perumahan ada pada Kepala Daerah Tingkat 11, misalnya bupati atau walikota. Banyaknya pekerjaan yang mereka hadapi mengakibatkan ketidaktelitian dalam memberi keputusan tingkat banding. "Akibatnya sering tidak memuaskan pihak yang bersengketa," ujar Soenandar. Dan yang tidak puas itu biasanya meneruskan kasusnya ke pengadilan dan menggeret si Kepala Daerah yang bersangkutan. "Dari segi politik pemerintahan, PP No: 49/1963 tidak menguntungkan," ungkap gubernur itu. Terseretnya si pejabat itu ke pengadilan dia juga "menerima bengkaknya". Ditegur atasannya. Menurut Soenandar, ia menemukan lebih 50% kasus sengketa perumahan kurang memuaskan bagi yang berperkara. "Kalau yang punya bukti bisa meneruskan ke pengadilan. Tapi bagi mereka yang tidak ada bukti lantas mengadu ke gubernur," tambah Soenandar. Kepala Urusan Perumahan DKI Jaya, Sumartono, mengatakan, pada 1975 pemerintah DKI meminta ke da pemerintah pusat agar sengketa perumahan dilimpahkan ke pengadilan. Setelah 6 tahun permintaan itu membeku, baru sekarang dijawab dengan munculnya PP No. 55. Disini urusan sengketa perumahan diserahkan pada pengadilan. KUP tetap mengurus sewa menyewa, pemberian dan pencabutar surat izin perumahan. Pengadilan kasu sengketa perumahan dari KUP ke pengadilan baru berlaku awal Januari lalu. Di DKI Jaya, menurut Sumarto no, 45 tahun, selama tahun 1981 pihaknya menangani lebih 200 sengketa perumahan. Sebagian besar diselesaikan menurut hukum melalui KUP. Sedang pengalihan kasus sengketa perumahan kepengadilan baru berangsur-angsur berjalan setelah Januari lalu. Tapi kalau ada yang mau mengambil jalan damai, sengketa itu dapat diselesaikan di KUP. Yang masih terpisah agaknya menyangkut rumah dengarl Surat Izin Penempatan (SIP) yang dibuat KUP. Kalau ada sengketa masih tetap diselesaikan di KUP. Tapi yang belum jelas dalam PP No. 55 adalah menyangkut wewenang pengosongan yang diberikan pada KUP. Menurut Soenandar, sebaiknya semuanya ke pengadilan negeri sajalah, tanpa kecuali rumah yang ada SlP-nya. Dan KUP cukup mengurusi SIP-nya tanpa campur lagi dalam wewenang mengadili. Tapi banyak pengacara bilang: Penyelesaian kasus perumahan di pengadilan bisa lebih lama daripada di KUP. Munculnya PP No. 55/1981, konon, berkaitan dengan perminuan Soenandar. Tapi dia menolak anggapan itu. "Sebagiannya saja," ucapnya merendah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus